Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

KTSP dan Problem Nation

Hubungan kurikulum dengan kepentingan nation merupakan salah sudut pertimbangan yang tak terabaikan dalam melahirkan kurikulum. Sebab apapun produk kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tetap dalam bingkai kepentingan Negara-bangsa. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan kepentingan nation. Nation (Inggris) artinya bangsa. Ada tiga kata yang memiliki kesepadanan, yaitu nation=bangsa, nationality=kebangsaan, dan nationalness=kenasionalan, yang semua selalu berarti sebagai semangat nasional atau individualitas nasional. Menurut H.A.R. Tilaar (2004:107):
Istilah nasionalisme dicetuskan oleh filsuf Jerman, Gerder serta uskup Perancis, Augustin de Barruel. Dalam khasanah bahasa Inggris sendiri istilah nasionalisme mulai baru dipakai pada tahun 1836 meskipun di dalam pengertian yang bersifat teologis, yaitu doktrin yang mengatakan bahwa bangsa-bangsa tertentu dipilih oleh Tuhan. Istilah ini cenderung diartikan sebagai egoisme nasional. Pengertian ini terus berkembang dan dewasa ini nasionalisme diartikan sebagaiaman yang disebutkan di atas.

Dari segi maknanya, kepentingan yang hendak ditegakkan adalah bangsa bukan individu maupun kelompok. Selanjutnya Tilaar menyatakan, "Nasionalisme adalah suatu ideologi yang menempatkan bangsa di pusat permasalahan dan berupaya untuk mempertinggi keberadaannya".

Di sana aspek kesatuan nasional mendapatkan tempat terhormat karena menjadi perekat bagi semua komponen yang ada di dalamnya. Tanpa kesatuan nasional maka suatu Negara hanya dibangun atas simbol-simbol kekuasaan yang cenderung represif atas warganya dan tidak memiliki jiwa perekat. Bahwa Negara hanya sebuah eksistensi formal sedangkan bangsa merupakan suatu identitas dari komunitas yang berada di dalamnya. Itulah sebabanya, mengapa Tilaar menyebutkan sasaran yang ketiga adalah identitas nasional. Disadari bahwa komunitas sebuah Negara terdiri dari sub-sub komunitas menurut letak geografis, latar belakang suku, budaya, bahasa, agama, kelompok pekerjaan, gender, partai politik, dan seterusnya.

Kelompok-kelompok dengan berbagai latar belakang yang berbeda jika tidak diikat dan terikat dalam sebuah kesadaran nationality maka dipastikan secara esensial sebenarnya tidak ada kesatuan, tidak ada kerekatan, dan warga terpecah-belah ke dalam latar belakang yang berbeda-beda itu. Keterpecahan itu menjadi potensi destruktif bagi kesatuan bangsa.