Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kompetensi Guru Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan

Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan dan keberadaban bangsa. Dalam mendidik sangat membutuhkan guru yang terampil yang memiliki seribu cara dan ide, sebagai keberhasilan yang haqiqi karena keduanya memiliki keterkaitan yang membangun. Bukan hanya saja pendidik menggugurkan tanggung jawabnya sebagai pengajar. Demikian pula yang dididik, bukan hanya saja mengakhiri pelajarannya begitu saja. Tetapi banyak problem yang bermunculan dengan kurangnya keteladanan guru. Sebab kunci keberhasilan pendidikan ada pada keteladanan guru.

Guru adalah pekerjaan yang sangat mulia, berangkat dari niat “keihlasan” menjadikan suri tauladan, Dan contoh yang sangat berkesan di hati siswanya, dengan meninggalkan rasa simpati. Juga apa yang diajarkannya sudah pernah dia lakukan dengan amanah, siddik, fathonah, dan tabligh. Itulah Mungkin yang harus kita renungkan, sudahkah guru telah memenuhi kretaria tersebut untuk menjadi pendidik yang professional. Ketika seorang guru harus mengajar mengapa harus selalu mengikuti apa yang ada dalam pikirannya, karena ternyata akan lebih lancar dalam mengajar apabila apa yang diajarkan telah dikuasai dan dipahaminya, sehingga dalam menerangkan kepada siswa, lebih dapat dimengerti.

Kualitas guru secara umum belum mengalami peningkatan secara cepat. Itu terbukti dari masih banyaknya guru yang belum mampu mengejar ketertinggalan berbagai perkembangan, termasuk metode pengajaran yang cepat dan lebih mudah. Ketidakmampuan guru beradaptasi dengan teknologi, membuat guru kehilangan berbagai kesempatan dan pengetahuan. Kenyataan tersebut menempatkan guru tidak mengalami perkembangan. Tidak update-nya pengetahuan guru terjadi pada hampir semua daerah, mulai kota sampai desa. Guru-guru yang seharusnya mengembangkan pengetauan, disibukkan pada kegiatan lain yang kurang mendukung keprofesionalannya. Pengetahuan dan keterampilan guru di era modern ini semakin tertantang. Bukan hanya disebabkan oleh lajunya pengetahuan yang sangat cepat, tetapi juga tuntutan anak didik agar guru memiliki pengetahuan yang lebih. Dengan kondisi tersebut sudah sepatutnya guru memiliki kesempatan menambah dan meningkatkan pengetahuannya, melalui pemanfaatan teknologi yang ada, termasuk membangun jaringan dengan tenaga guru lainnya. Sudah banyak sekali pengetahuan yang mudah untuk disampaikan melalui jejaring social dan guru tak perlu lagi menggunakan metode konvensional untuk menjelaskan sesuatu kepada siswa. Situs yang berkaitan dengan pengajaran sudah banyak dan mudah diakses. Guru bisa mengambil materi pengajaran dari situs tersebut, sehingga dalam penyampaian materi pada siswa akan menjadi lebih cepat.

Bila kita berbicara tentang kepemimpinan pendidikan, pada umumnya akan tertuju pada peran dan tugas seorang kepala sekolah. Pemahaman dan persepsi seperti ini bisa dimaklumi karena hampir sebagian besar penelitian dan literatur yang membahas tentang kepemimpinan pendidikan lebih cenderung membicarakan tentang kepemimpinan kepala sekolah. Sementara penelitian dan literatur yang mengkaji secara spesifik tentang kepemimpinan guru tampaknya masih relatif terbatas.

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008). Guru wajib memiliki Kualifikasi Akademik, kompetensi, Sertifikat Pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Kompetensi guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi dan bersifat holistik.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007, empat kompetensi yang harus dimiliki guru, yaitu:
1.Kompetensi Pedagogik
a.Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, cultural, emosional, dan intelektual;
b.Menguasai teori belajar dan prinsip pembelajaran yang mendidik;
c.Mengembangkan kurikulum yang terkait mata pelajaran yang diampu;
d.Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik;
e.Memanfaatkan TIK untuk kepentingan pembelajaran;
f.Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik;
g.Berkomunikasi efektif, empatik, dan santun ke peserta didik;
h.Menyelenggarakan penilaian evaluasi proses dan hasil belajar.

2.Kompetensi Kepribadian
a.Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, social dan budaya bangsa;
b.Penampilan yang jujur, berakhlak mulia, teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
c.Menampilkan dirisebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa;
d.Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri;
e.Menjunjjung tinggi kode etik profesi guru.

3.Kompetensi Sosial
a.Bersikap inkulif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agara, raskondisifisik, latar belakang keluarga, dan status sosial keluarga;
b.Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat;
c.Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah RI yang memiliki keragaman social budaya;
d.Berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan.

4.Kompetensi Profesional
a.Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung pelajaran yang diampu;
b.Mengusai standar kompentensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu;
c.Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif;
d.Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif;
e.Memanfaatkan TIK untuk berkomunikasi dan mengembangakan diri.

York-Barr and Duke (The Institute for Educational Leadership’s, 2008) mengemukakan rumusan kepemimpinan guru yang sejalan dengan perubahan peran guru dalam konteks perkembangan pendidikan saat ini, bahwa: “Teacher leadership is the process by which teachers, individually or collectively, influence their colleagues, principals, and other members of the school communities to improve teaching and learning practices with the aim of increased student learning and achievement. Such team leadership work involves three intentional development foci: individual development, collaboration or team development, and organizational development.”

Dari pengertian di atas tampak bahwa kepemimpinan guru pada dasarnya merupakan suatu proses untuk mempengaruhi orang lain yang di dalamnya berisi serangkaian tindakan atau perilaku tertentu terhadap invididu yang dipengaruhinya. Kepemimpinan guru tidak hanya sebatas pada peran guru dalam konteks kelas pada saat berinteraksi dengan siswanya, tetapi menjangkau pula peran guru dalam berinteraksi dengan kepala sekolah dan rekan sejawat, dengan tetap mengacu pada tujuan akhir yang sama yaitu terjadinya peningkatan proses dan hasil pembelajaran siswa.

Kepemimpinan guru memfokuskan pada 3 dimensi pengembangan, yaitu: (1) pengembangan individu; (2) pengembangan tim; dan (3) pengembangan organisasi.
1.Dimensi pengembangan individu merupakan dimensi utama yang berkaitan dengan peran dan tugas guru dalam memanfaatkan waktu di kelas bersama siswa. Di sini guru dituntut untuk menunjukkan keterampilan kepemimpinannya dalam membantu siswa agar dapat mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, sejalan dengan tahapan dan tugas-tugas perkembangannya. Melalui keterampilan kepemimpinan yang dimilkinya, diharapkan dapat menghasilkan berbagai inovasi pembelajaran, sehingga pada gilirannya dapat tercipta peningkatan kualitas prestasi belajar siswa.

2.Dimensi pengembangan tim menunjuk pada upaya kolaboratif untuk membantu rekan sejawat dalam mengeksplorasi dan mencobakan gagasan-gagasan baru dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran, melalui kegiatan mentoring, coaching, pengamatan, diskusi, dan pemberian umpan balik yang konstruktif. Dimensi yang kedua ini berkaitan upaya pengembangan profesi guru.

3.Dimensi organisasi menunjuk pada peran guru untuk mendukung kebijakan dan program pendidikan di sekolah (dinas pendidikan), mendukung kepemimpinan kepala sekolah (administrative leadership) dalam melakukan reformasi pendidikan di sekolah serta bagian dari peran serta guru dalam upaya mempertahankan keberlanjutan (sustanability) sekolah.

Ketiga dimensi di atas memberikan gambaran tentang: (1) peran guru dalam memimpin siswanya, (2) peran guru dalam memimpin rekan sejawatnya; dan (3) peran guru dalam memimpin komunitas pendidikan yang lebih luas.

Kepemimpinan guru (teacher leadership) terbagi menjadi 3 (tiga) gelombang.
1.Gelombang pertama, kepemimpinan guru terkungkung dalam hierarki organisasi formal dan hanya berkutat dalam fungsi-fungsi pengajaran, di bawah kendali ketat dari “atasan guru”. Di sini, guru hanya dipandang sebagai pelaksana keputusan atasan.

2.Gelombang kedua, kepemimpinan guru telah lepas dari hierarki organisasi konvensional. Di sini, telah terjadi pemisahan antara kepemimpinan dengan fungsi pengajaran, yakni dengan dibentuknya semacam tim pengembang kurikulum secara formal. Walaupun demikian, kepemimpinan guru masih di bawah kendali tim pengembang kurikulum. Tugas guru adalah mengimplementasikan bahan-bahan yang telah disiapkan oleh tim pengembang kurikulum. Pendekatan yang digunakan pada gelombang kedua ini sering disebut sebagai “remote controlling of teachers”.

3.Gelombang ketiga, konsep kepemimpinan guru telah mengintegrasikan pengajaran dengan kepemimpinan yang tidak bersifat formal. Kepemimpinan guru dipandang sebagai sebuah proses dengan memberikan kesempatan yang luas kepada guru untuk mengekspresikan kapabilitas kepemimpinannya. Konseptualisasi kepemimpinan guru dibangun atas dasar profesionalisme dan kesejawatan. (disarikan dari James S. Pounder, 2006).

Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang diikuti dengan gerakan profesionalisasi guru saat ini sedang gencar digaungkan,dan tampaknya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pergeseran konsep dan makna kepemimpinan guru di Indonesia.

Sesungguhnya banyak model dan gaya kepemimpinan yang bisa diterapkan guru dalam mewujudkan kepemimpinannya. Merideth (2000) menawarkan model kepemimpinan guru yang disebut REACH, akronim dari:
1.Risk-Taking, Guru berusaha mencari tantangan dan menciptakan proses baru.
2.Effectiveness, Guru berusaha melakukan yang terbaik, peduli terhadap pertumbuhan dan pengembangan profesinya dan bekerja dengan hati.
3.Autonomy, Guru menampilkan inisiatif, memiliki pemikiran yang independen dan bertanggung jawab.
4.Collegiality, Guru membangun kemampauan komunitasnya dan memiliki keterampilan komunikasi interaktif.
5.Honor, Guru dapat menunjukkan integritas, kejujuran, dan menjaga etika profesi.

Selain itu, guru dapat pula menerapkan gaya Kepemimpinan Transformasional sebagaimana digagas oleh Bass, dengan karakteristik yang dikenal dengan sebutan 4-I, yaitu: Idealized Influence, Inspirational Motivation, Intellectual Stimulation, dan Individual Consideration.
1.Idealized Influence, Guru merupakan sosok ideal yang dapat dijadikan sebagai teladan, dapat dipercaya, dihormati dan mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan peningkatan mutu pembelajaran.
2.Inspirational Motivation, guru dapat memotivasi seluruh siswa dan sejawatnya untuk memiliki komitmen terhadap visi organisasi dan mendukung semangat team dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan di sekolah.
3.Intellectual Stimulation, guru dapat menumbuhkan kreativitas dan inovasi dengan mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah untuk menjadikan pembelajaran ke arah yang lebih baik.
4.Individual Consideration, guru dapat bertindak sebagai pelatih dan penasihat, serta menyediakan umpan balik yang konstruktif bagi siswa dan sejawatnya.

Bryman (1992) menyebut kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan baru (the new leadership), sedangkan Sarros dan Butchatsky (1996) menyebutnya sebagai pemimpin penerobos (breakthrough leadership). Disebut sebagai penerobos karena pemimpin semacam ini mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan memperbaiki kembali (reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih relevan, dengan cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap tidak mungkin dilaksanakan. Pemimpin penerobos memahami pentingnya perubahan-perubahan yang mendasar dan besar dalam kehidupan dan pekerjaan mereka dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkannya. (Dwi Ari Wibawa, 2013)

Dari berbagai studi yang dilakukan, kepemimpinan transformasional telah terbukti dapat memberikan pengaruh terhadap inovasi dan kreativitas. Kepemimpinan Transformasional juga memberi pengaruh positif terhadap usaha bawahan dan kepuasan serta dapat meningkatkan perilaku etik. (James S. Pounder, 2006).
Charles C. Manz & Henry P. Sims Jr (Martani Huseini, 2010) menjelaskan bahwa model kepemimpinan yang dikenal dengan sebutan Superleadership. Model Superleadership sangat diperlukan dalam organisasi yang berbasis informasi dengan perubahan yang sangat cepat seperti sekarang ini. Ide dasar superleadership adalah: (1) mengarahkan individu-individu untuk menjadi “self leader”; (2) mengarahkan tim untuk menjadi “self lead”: dan (3) menyarankan ide untuk mengembangkan budaya “self leadership” melalui organisasi. Superleadership berkeyakinan bahwa seorang pemimpin yang sukses adalah bila dia bisa menciptakan pemimpin yang baik. Seorang pemimpin Superleader berusaha membimbing orang lain untuk memimpin dirinya sendiri dan membantu pengikutnya untuk mengembangkan kemampuan “self leadership”nya untuk memberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi. Seorang Pemimpin Superleader akan melipat gandakan kekuatannya melalui kekuatan orang lain dan mendorong pengikutnya untuk memiliki inisiatif sendiri, rasa tanggung jawab, rasa percaya diri, penyusunan tujuan sendiri, berfikir positif dan mengatasi masalahnya sendiri. Pemimpin Superleader senantiasa mendorong pengikutnya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dari pada memberikan perintah dan memberi keyakinan bahwa pengikutnya memerlukan informasi dan ilmu pengetahuan untuk melatih “self leadership”nya.

Salah satu hambatan terbesar untuk menumbuhkan kepemimpinan guru yaitu masih mendominasinya penerapan model kepemimpinan “top-down” di sebagian besar sekolah. Guru masih seringkali diposisikan sebagai bawahan yang harus tunduk dan taat pada atasan secara taklid.
Oleh karena itu, untuk menumbuhkan kepemimpinan guru memerlukan :
1.Pemberdayaan dan dorongan kepada guru untuk menjadi pemimpin dan mengembangkan keterampilan kepemimpinannya.
2.Penyediaan waktu dan kesempatan bagi guru agar dapat bekerja menjalankan kepemimpinannya, baik untuk kepentingan pengembangan profesi, kerja kolaboratif, perencanaan bersama, dan membangun jaringan guru.

Kepala sekolah hendaknya rela berbagi kekuasaan dan kewenangan dengan guru, tanpa harus merasa khawatir akan kehilangan identitas kewibawaannya. Kepala sekolah harus memiliki keyakinan bahwa setiap guru pada dasarnya memiliki potensi kepemimpinan, dan apabila diberi kesempatan untuk mengekspresikan dan mengaktualisasikan potensi kepemimpinannya, mereka bisa tampil sebagai pemimpin-pemimpin hebat, yang dapat dimanfaatkan untuk semakin memperkuat eksistensi sekolah sekaligus melengkapi kepemimpinan administratif yang menjadi tanggung jawabnya.

Berdasarkan pembahasan tentang kepemimpinan guru, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan dan keberadaban bangsa;
2.Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah;
3.Kompetensi yang harus dimiliki guru, meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional;
4.Kepemimpinan guru merupakan suatu proses untuk mempengaruhi orang lain yang di dalamnya berisi serangkaian tindakan atau perilaku tertentu terhadap invididu yang dipengaruhinya;
5.Kepemimpinan guru terfokus pada 3 dimensi pengembangan, yaitu: (a) pengembangan individu; (b) pengembangan tim; dan (c) pengembangan organisasi;
6.Model kepemimpinan guru yaitu “REACH”, yaitu: (a) Risk-Taking, (b) Effectiveness, (c) Autonomy, (d) Collegiality, (e) Honor;
7.Gaya kepemimpinan transformasional meliputi “4-I”, yaitu: Idealized Influence, Inspirational Motivation, Intellectual Stimulation, dan Individual Consideration;
8.Ide dasar Superleadership adalah: (1) mengarahkan individu-individu untuk menjadi “self leader”; (2) mengarahkan tim untuk menjadi “self lead”: dan (3) menyarankan ide untuk mengembangkan budaya “self leadership” melalui organisasi.
9.Untuk menumbuhkan kepemimpinan guru diperlukan pemberdayaan dan dorongan kepada guru untuk menjadi pemimpin dan mengembangkan keterampilan kepemimpinannya, serta penyediaan waktu dan kesempatan bagi guru agar dapat bekerja menjalankan kepemimpinannya, baik untuk kepentingan pengembangan profesi, kerja kolaboratif, perencanaan bersama, dan membangun jaringan guru.

Daftar Pustaka
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/05/02/kepemimpinan-guru-teacher-leadership/
http://www.kampus-info.com/2012/05/4-kompetensi-guru.html
Permendiknas Nomor 16 tahun 2007. Kompetensi Guru.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.

*) Dikirim oleh Sutiyono, S.Pd.SD, Kepala SD 3 Karangmalang Gebog Kudus Jawa Tengah.