Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Mengapa Guru Harus Menulis?

Berbagai alasan dan alergi muncul ketika sebagian dari kita dihadapkan pada keharusan untuk menulis suatu kegiatan tertentu, membuat laporan, menulis karya ilmiah baik berupa PTK dan lainnya. Sementara merujuk pada pasal 4 UU 20/2003 tentang SISDIKNAS yang menuangkan prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan pendidikan.

Salah satu hal yang dibahas adalah pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.

Sudah seharusnya sebagai guru harus mencintai kegiatan membaca dan menulis demi mendukung visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Sejalan dengan visi Pendidikan Nasional tersebut, Depdiknas berhasrat untuk pada tahun 2025 menghasilkan INSAN INDONESIA CERDAS DAN KOMPETITIF (Insan Kamil/Insan Paripurna).

Seperti dikutip dari Jambi Ekspress yang ditulis oleh Elizabeth Tjahjadarmawan, S.Si ada beberapaa alasan yang mendasari seorang guru harus menulis.

Mengapa Guru Harus Menulis?

Jika banyak orang yang memilih uang dan kekuasaan untuk mempengaruhi orang lain, tidak demikian seyogyanya bagi seorang guru.

Melalui tulisan, kita bisa mempengaruhi orang. Sebagai guru yang nota bene digugu lan ditiru diharapkan kaya dengan berbagai ide bagaimana dapat mempengaruhi peserta didik, rekan sejawat, kaum praktisi pendidikan, bahkan masyarakat kendati guru bukanlah decision maker di negeri ini.

Banyak fakta dan pengalaman menyatakan bahwa melalui tulisan, banyak kehidupan orang-orang di dunia ini dapat diubahkan. Begitu besar pengaruh tulisan bagi pembaca. Sebut saja Kiyosaki dengan bukunya yang terkenal Rich Dad Poor Dad yang digunakannya untuk ‘mempengaruhi orang’ untuk melihat pentingnya memiliki semangat wirausaha.

R.A. Kartini juga menggunakan tulisan untuk mempengaruhi orang lain agar mau memberi kesempatan yang sama pada wanita untuk mengecap pendidikan, suatu dampak abadi yang kita rasakan sepanjang masa.

Berbagai organisasi pemuda sejak zaman pergerakan nasional awal abad ke-20, sebut saja Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging) dengan ketua Drs.Mohammad Hatta menerbitkan majalah Indonesia Merdeka. Melalui majalah ini perjuangan dan tujuan PI diketahui rakyat Indonesia. Parindra, Partai Indonesia Raya dengan tokoh-tokoh utamanya yang menulis di majalah Panyebar Semangat yang menyebarluaskan cita-cita mencapai Indonesia merdeka. Max Havelaar, buku yang ditulis oleh Douwes Dekker sehingga sistem tanam paksa tahun 1800 an dihapuskan di bumi Indonesia oleh penjajah Belanda.

Tulisan juga bisa digunakan sebagai sarana berbagi pengalaman. Seperti yang dituliskan oleh Susan K Perry, orang tua Lo Dietrich sangat terpukul ketika sang anak didiagnosa mengidap cystik fibrosis sejak bayi.

Ketika Lo mencapai usia 15 tahun, orang tua Lo telah banyak membaca buku dan literatur mengenai penyakit langka tersebut sehingga mereka memutuskan untuk menuliskan buku tentang penyakit tersebut.

Dalam buku ini orang tua Lo membagikan pengetahuan tentang penyakit Cystic fibrosis, dan pengalaman mereka merawat Lo yang terserang penyakit ini sejak bayi. Mereka mengharapkan bahwa orang tua lain dengan pengalaman dan penderitaan yang sama dapat menimba manfaat dari buku tersebut. Inilah yang memberi kepuasan bagi orang tua Lo sebagai penulis buku tersebut.

Didera penderitaan luar biasa dengan siksaan dan isolasi dari dunia luar selama bertahun-tahun, bisa membuat seseorang hilang ingatan. Tapi ini tidak terjadi pada Wei Jingsheng yang dipenjara dan diisolasi selama 18 tahun. Ia tetap bertahan melalui tulisan. Dengan tulisan yang diselundupkan ke luar penjara, ia masih bisa berkomunikasi dengan keluarga tercinta. Dengan tulisan tersebut ia juga bisa menyampaikan kepada dunia tentang penderitaan yang dialaminya.

Tulisan ini juga akhirnya mampu membebaskannya dari penderitaan. Tulisan tersebut telah membuat dunia memberi tekanan pada pemerintah di negaranya untuk membebaskan Wei Jingsheng.

Untuk hidup abadi, seseorang tidak perlu obat-obatan ataupun kekuatan magis, yang diperlukan adalah kekuatan tulisan yang dapat mengabadikan karya dan pemikiran dari penulis. HC Andersen, dengan cerita-cerita dongeng klasik yang ditulisnya, tetap hidup sampai sekarang. Sutan Takdir Alisyahbana, Chairil Anwar, dan Muhammad Hatta sampai sekarang pun tetap abadi melalui hasil tulisan mereka berupa buku roman klasik, kumpulan puisi, dan buku-buku pemikiran ekonomi.

Yang jelas, selain manfaat kepuasan dan manfaat non-material lainnya, tulisan yang dimuat di media atau yang dipublikasikan dalam bentuk buku dapat memberi manfaat finansial bagi si penulis. Steven Covey dengan seri buku pengembangan dirinya seperti Seven Habits of Highly Effective People, Paul Ormerod dengan bukunya yang kontroversial The Death of Economics, Joseph Stiglitz dengan bukunya yang penuh kejutan Globalization and Its Discontents, telah mengalirkan banyak keuntungan bukan saja bagi penulisnya, tapi juga bagi penerbit buku-buku tersebut.

Tulisan memiliki kekuatan yang maha dahsyat. Tulisan dapat menggulingkan sebuah rezim, tulisan dapat mencegah perang, tulisan dapat membangkitkan semangat hidup, tulisan dapat menyelamatkan nyawa, tulisan dapat mengasah otak, tulisan juga dapat mendatangkan rejeki. Dengan demikian begitu banyak manfaat yang dapat dipetik dari sebuah tulisan, mulai dari proses menulis, kebiasaan menulis, dan dampak menulis bagi diri sendiri dan orang lain.