Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Quo Vadis Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter menjadi tanggung jawab semua guru, termasuk orang tua.
Manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, demikian amanat undang-undang tentang tujuan pendidikan nasional.

Jika kita telaah lebih jauh sesungguhnya secara konsep dan tujuan pendidikan sudah jelas mengarah kepada terciptanya peserta didik yang berkarakter, yang beriman, berakhlak mulia, berilmu, kreatif dan seterusnya. Artinya undang-undang sudah melegalisasi dan mengamanahkan pendidikan karakter.

Baca juga: Karakter Moral atau Budi Pekerti

Persoalanya dalam realita didalam implementasinya, tujuan pendidikan yang sudah diamanatkan undang-undang tersebut tidak sejalan dengan proses pendidikan yang terjadi dalam ruang-ruang kelas pembelajaran di sekolah. Yang terjadi dalam ruang-ruang kelas pembelajaran adalah proses transfer ilmu pengetahuan dari guru kepada siswanya yang kemudian diujikan dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester sampai ujian semester. Pada akhirnya anak diukur hanya dengan indikator kognitif berupa angka-angka. Prestasi anak diukur dari perolehan nilai-nilai kognitif yang didapatkan ketika ujian.

Lantas dimana pendidikan karakter yang diamanatkan undang-undang? Yang akan melahirkan manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa? Manusia yang berakhlak mulia, bertanggung jawab, kreatif, mandiri dan lain sebagainya?

Inilah yang menjadi dilema dalam pendidikan karakter yang terjadi selama ini. Bahkan pendidikan karakter hanya menjadi tanggung jawab guru agama semata, padahal seharusnya tidak demikian. Pendidikan karakter menjadi tanggung jawab semua guru, semua stake holder disekolah tersebut, termasuk yang paling utama sebagai aktornya adalah orang tua.

Maka tidak heran hari ini kita melihat, anak-anak yang secara akademis pintar, juara kelas tetapi tidak jujur, suka mengambil barang punya temannya, pacaran, melakukan pergaulan bebas, memakai narkoba, berjudi dan lain sebagainya. Pintar tapi tidak berkarakter.

Kalau pendidikan hanya melahirkan anak-anak yang pintar secara kognitifnya, tanpa memperdulikan aspek spiritual dan karakternya, tentu ini menyalahi amanat undang-undang.

Oleh sebab itu, perlu ada pembenahan-pembenahan dalam struktur kurikulum pendidikan yang ada, dalam silabus bahkan sampai ke rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat semua aspek dalam rangka ketercapaian tujuan pendidikan nasional yang diamanatkan undang-undang diatas.

Bagaimana mewujudkannya? Dalam proses pembelajaran misalnya, rencana pelaksanaan pembelajaran harus dirancang sedemikian rupa agar terjadi proses pembelajaran yang memadukan semua aspek sehingga tercapai tujuan yang diinginkan. Sebuah konsep pendidikan yang terpadu. Secara riil harus ada kaitan-kaitan antara pembelajaran dengan perilaku, kaitan pembelajaran dengan nilai-nilai agama yang ditanamkan kepada anak. Kemudian dikaitkan dengan hubungannya dengan akhlak dan karakter yang diinginkan dimiliki anak, bahkan sampai hubungan dunia kedepannya serta akhiratnya. Misalnya konsep kenapa alkohol itu dilarang? Tentu ada penjelasan ilmiahnya sehingga menjadi sebuah pemahaman bagi anak yang kemudian menyimpulkan oleh karena itulah agama melarang minum alkohol.

*) Ditulis oleh Iqbal Anas. Kepala SDIT Ma'arif Padang Panjang