Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

MOS yang Mendidik


MOS (Masa Orientasi Sekolah) atau untuk lingkungan kampus dikenal dengan istilah OSPEK (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus), sumber lain menyebut MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (Wikipedia). Ada juga yang menyebut MOSB atau MOPD merupakan kegiatan yang biasa dilakukan ketika memasuki tahun ajaran baru. Dimana para siswa mulai mendaftarkan diri pada jenjang sekolah selanjutnya, seperti SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.

Program sekolah non struktural ini dilaksanakan oleh organisasi siswa di sekolah (OSIS) atau mahasiswa di kampus. Lingkungan sekolah siswa yang lama telah ditinggalkan dan mereka berganti dengan lingkungan sekolah yang baru dengan penghuni dan budaya baru. Oleh karena itu, siswa perlu orientasi. Dengan orientasi tersebut, siswa akan siap menghadapi lingkungan dan budaya baru di sekolah yang mungkin berbeda jauh dengan sebelumnya.

Baca juga: Reorientasi Pembelajaran di Sekolah Dasar

Kian tinggi jenjang lembaga pendidikan, kian berat tuntutan yang harus dipenuhi oleh siswa. Daya saing lingkungan baru tersebut relatif lebih ketat dibandingkan dengan lingkungan sebelumnya. Orientasi siswa baru diharapkan dapat mengantarkan siswa pada suasana baru yang berbeda dengan sebelumnya. Dengan demikian, siswa akan menyadari bahwa lingkungan baru di mana dia akan memasukinya, membutuhkan pikiran, tenaga, dan waktu yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan lingkungan sekolah sebelumnya.

Yang dimaksud dengan orientasi adalah perkenalan. Perkenalan ini meliputi lingkungan fisik sekolah dan lingkungan sosial sekolah. Lingkungan fisik sekolah meliputi prasarana dan sarana sekolah, seperti jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tempat bermain di sekolah, lapangan olahraga, gedung dan perlengkapan sekolah, serta fasilitas-fasilitas lain yang disediakan di sekolah. Sedangkan lingkungan sosial sekolah meliputi kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan selain guru, teman sebaya seangkatan, dan siswa senior di sekolah.

Tujuan orientasi siswa baru tergambar sebagai berikut:
1. Agar siswa mengenal lebih dekat mengenai diri mereka sendiri di tengah-tengah lingkungan barunya.
2. Agar siswa mengenal lingkungan sekolah, baik lingkungan fisiknya maupun lingkungan sosialnya.
3. Pengenalan lingkungan sekolah sangat penting bagi siswa dalam hubungannya dengan:
a. Pemanfaatan semaksimal mungkin layanan yang diberikan oleh sekolah.
b. Sosialisasi diri dan pengembangan diri secara optimal.
c. Menyiapkan siswa secara fisik, mental, dan emosional agar siap menghadapi lingkungan baru sekolah.

Sedang fungsi orientasi siswa baru adalah:

Bagi siswa sendiri, orientasi siswa baru berfungsi sebagai:
a. Wahana untuk menyatakan dirinya dalam konteks keseluruhan lingkungan sosialnya.
b. Wahana untuk mengenal bagaimana lingkungan barunya serta siapa dan apa saja yang ada di sana sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan sikap.

Bagi personalia sekolah dan lembaga kependidikan, dengan mengetahui siapa siswa barunya, akan dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam memberikan layanan-layanan yang mereka butuhkan.
Bagi para siswa senior, dengan adanya orientasi siswa baru, akan mengetahui lebih dalam mengenai siswa penerusnya di sekolah tersebut. Hal ini sangat penting terutama berkaitan dengan estafet kepemimpinan organisasi siswa di sekolah tersebut.

Orientasi siswa baru dilaksanakan pada awal tahun ajaran sebelum siswa menerima pelajaran. Acara orientasi biasanya diisi dengan kegiatan:

1. Perkenalan dengan guru dan staf sekolah lainnya.
2. Perkenalan dengan siswa lama.
3. Perkenalan dengan pengurus OSIS.
4. Penjelasan tentang tata tertib sekolah.
5. Penjelasan program-program sekolah.
6. Penjelasan dan peninjauan fasilitas yang ada di sekolah.

Kegiatan orientasi siswa baru dilaksanakan agar siswa dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah barunya secara cepat. Kenyataannya sekarang kegiatan ini sudah salah kaprah dan keluar jalur yang seharusnya. Kalau dulu kegiatan orientasi relatif lebih sederhana, seperti melakukan kegiatan kebersihan lingkungan sekolah, para calon siswa wajib membawa alat kebersihan sendiri sesuai yang diinstruksikan, beberapa game simple (out door) yang ruang lingkupnya masih sekitar lingkungan sekolah. Sekarang kegiatan yang identik dengan perploncoan dan menjadi ajang balas dendam ini mulai semakin berkembang kearah yang lebih unik tetapi cenderung aneh. MOS yang tidak berkualitas dan tidak edukatif.

Saya pernah dimintai bantuan oleh teman saya yang anaknya sedang menjalani program MOS. Dia menanyakan berbagai istilah makanan dan singkatan yang saya sendiri tidak tahu dan tidak mengerti. Terakhir saya ketahui ternyata istilah-istilah itu memang materi MOS yang banyak digunakan oleh panitia kegiatan, dalam hal ini siswa senior. Misalnya mencari atau membawa berbagai jenis makanan/minuman dengan istilah-istilah tertentu atau menebak benda/sesuatu yang dari sudut pendidikan sama sekali tidak ada maknanya. Contoh ; makanan argentina (tango), biscuit ade rai (biskuat), ikan masuk angin (ikan kembung), buah upacara (apel) dan banyak lagi istilah-istilah lain yang aneh yang bagi panitia MOS bersifat seru-seruan tapi bagi peserta MOS menjadi tugas yang bikin stress. Karena kalau mereka tidak bisa mencari/membawa atau menebak mereka akan mendapatkan hukuman yang hukuman inipun juga sering tidak masuk akal, tidak sepadan dengan kesalahan dan tidak mendidik.

Kalau kita lihat di televisi beberapa waktu lalu . Betapa dunia pendidikan memprihatinkan dengan berbagai kekerasan yang dilakukan oleh senior kepada juniornyaada pada masa orientasi ini. Mulai dari kekerasan fisik (bully) seperti dipukul, ditendang, diinjak, atau dilukai dan lain sebagainya sampai kekerasan psikis seperti kata-kata kasar, mengejek , menghina dan merendahkan menjadi sesuatu yang dianggap wajar dilakukan oleh senior. Tidak ada Respect each other (rasa saling menghargai), Padahal ini sama sekali bertolak belakang dengan hakikat, tujuan dan fungsi MOS atau OSPEK itu sendiri. Bratadharma 2013 dalam Wikipedia, ensiklopedis bebas)* menyatakan bahwa OSPEK adalah pintu untuk memperoleh ilmu dan Wikipedia April 2014 menulis bahwa rangkaian OSPEK merupakan awal pembentukan watak bagi manusia baru. Kalau dimaknai apabila awalnya saja sudah tidak bernilai mendidik, maka sangat mungkin kegiatan yang dilakukan tidak berdampak pada pembentukan pribadi yang terdidik pula.

Materi yang akan dijadikan bahan pelaksanaan pada masa MOS semestinya disampaikan terlebih dahulu kepada Guru/Pengajar atau Kepala Sekolah untuk disaring mana materi yang layak untuk dijadikan bahan dalam kegiatan dan mana yang tidak. Kalau kegiatan ini dilakukan melalui tahapan penyampaian proposal, maka ada baiknya materi dilampirkan sebagai bahan untuk dipelajari dan diketahui oleh penanggung jawab keseluruhan kegiatan. Mungkin bagi sebagian orang ini dianggap berlebihan. Dengan alasan bahwa panitia pelaksana adalah siswa/mahasiswa senior yang dianggap telah mandiri tanpa harus diajari. Ini pendapat yang sama sekali keliru. Jangan lupa bagaimanapun seniornya mereka tetaplah sebagai peserta didik dalam sebuah lembaga yang masih memerlukan bimbingan dan arahan dari orang dewasa lainnya dalam hal ini guru/Kepala Sekolah.

Pertanyaannya sekarang dimana Kepala Sekolah atau Pimpinan Lembaga? Adakah selama ini kegiatan yang didominasi oleh organisasi sekolah atau Mahasiswa ini telah diawasi dengan sungguh-sungguh oleh para Guru atau Pengajar ? Karena apapun alasannya mereka adalah orang yang bertanggungjawab atas keseluruhan program kegiatan pada satuan pendidikan. Kegiatan seperti ini tidak bisa diserahkan secara mutlak kepada para siswa, dalam hal ini organisasi kesiswaan. Mereka masih berstatus peserta didik yang wajib mendapatkan briffing, bimbingan dari para guru termasuk Kepala Sekolah. Mereka harus diberikan pemahaman tentang ruang lingkup program kegiatan yang akan dilaksanakan, agar tidak keluar dari tujuan yang telah ditetapkan dan MOS yang dilaksanakan bernilai mendidik para juniornya. Sehingga menjadi MOS berkualitas dan bernilai edukasi tinggi.

Lingkungan sekolah siswa yang lama telah ditinggalkan dan mereka berganti dengan lingkungan sekolah yang baru dengan penghuni dan budaya baru. Oleh karena itu, siswa perlu orientasi. Dengan orientasi tersebut, siswa akan siap menghadapi lingkungan dan budaya baru di sekolah yang mungkin berbeda jauh dengan sebelumnya. Kian tinggi jenjang lembaga pendidikan, kian berat tuntutan yang harus dipenuhi oleh siswa. Daya saing lingkungan baru tersebut relatif lebih ketat dibandingkan dengan lingkungan sebelumnya. Orientasi siswa baru diharapkan dapat mengantarkan siswa pada suasana baru yang berbeda dengan sebelumnya. Dengan demikian, siswa akan menyadari bahwa lingkungan baru di mana dia akan memasukinya, membutuhkan pikiran, tenaga, dan waktu yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan lingkungan sekolah sebelumnya.

Yang dimaksud dengan orientasi adalah perkenalan. Perkenalan ini meliputi lingkungan fisik sekolah dan lingkungan sosial sekolah. Lingkungan fisik sekolah meliputi prasarana dan sarana sekolah, seperti jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tempat bermain di sekolah, lapangan olahraga, gedung dan perlengkapan sekolah, serta fasilitas-fasilitas lain yang disediakan di sekolah. Sedangkan lingkungan sosial sekolah meliputi kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan selain guru, teman sebaya seangkatan, dan siswa senior di sekolah.

Ada baiknya kita bercermin pada sekolah-sekolah yang melaksanakan kegiatan MOS dengan melihat aspek kebutuhan peserta didik. Misalnya ada sekolah yang memprogramkan kegiatan ESQ (Emosional Spiritual Question). Kalau kita cermati bukankah kegiatan ini sangat baik untuk menanamkan akhlak atau budipekerti mulia pada jiwa peserta didik. Mereka adalah calon generasi yang diharapkan tidak saja cerdas dari segi pengetahuan tetapi juga cerdas perilaku/akhlak dan spiritualnya. Bukankah ini tujuan pendidikan yang diharapkan oleh bangsa Indonesia. Ada lagi sekolah yang dalam masa orientasinya mengenalkan berbagai sarana/media pembelajaran di sekolah dimana mereka akan dididik oleh para guru. Para siswa boleh belajar atau mencoba menggunakan alat-alat tersebut selama masa orientasi. Tentu saja dibawah bimbingan senior mereka dan pengawasan para guru.Bukankah kegiatan seperti ini lebih bermakna dan mendidik? Kalaupun ada kegiatan game ringan hendaknya lebih bernilai pendidikan bukan sekedar game seru-seruan oleh senior.

Dalam hal pemberian hukuman (punishman) juga perlu dipertimbangkan jenis hukuman yang diberikan sekali lagi harusnya mendidik . Kekerasan (bully) baik secara fisik atau psikis tidaklah dibenarkan juga bertentangan dengan harkat dan martabat sebagai manusia yang harusnya dihormati dan dijunjung tinggi. Sekali lagi harus ada pengawasan dari para guru atau pengajar di sekolah.

Banyak kalangan ahli yang sudah mulai dengan serius mempertanyakan perlu tidaknya MOS tetap diberlakukan di sekolah-sekolah. Bahkan beberapa diantaranya meminta agar kegiatan ini dihentikan/dihapuskan. Karena banyaknya peristiwa kekerasan dan pola-pola kegiatan yang tidak bernilai mendidik. Tetapi di satu sisi program ini juga diperlukan untuk mengenalkan lingkungan sekolah yang mereka setiap hari akan menuntut ilmu di sana.

Akhirnya kekerasan apapun bentuknya sesungguhnya telah merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan yang dalam undang-undang harus dijunjung tinggi dan dilindungi.

*) Ditulis dan dikirim ke SekolahDasar.Net oleh Raihanah. Kepala SDN Tajau Landung 2 Kab. Banjar. Kal-sel