Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Selain Calistung, Siswa PAUD Dinilai juga Tak Perlu Berseragam

seragam siswa PAUD
Berseragam membuat PAUD menjadi formal, padahal sejatinya PAUD itu merupakan pendidikan informal.

Selain larangan untuk memberi pelajaran membaca, menulis dan menghitung (calistung), siswa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) juga dinilai tidak perlu mengenakan seragam di dalam PAUD.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy meminta tidak ada formalisasi dalam PAUD. Berseragam membuat PAUD menjadi formal, padahal sejatinya PAUD itu merupakan pendidikan informal.

"Menurut saya harus ditinjau dalam memformalkan anak-anak bahkan sebetulnya seragam itu enggak perlulah untuk PAUD. Nanti jadi formal sekali," kata Muhadjir yang SekolahDasar.Net kutip dari Medcom (24/08/19).

Ia menegaskan, agar jangan ada formalisasi PAUD dalam bentuk apapun, karena anak-anak tidak bisa diformalkan. Selain soal seragam, Ia juga meminta PAUD patuh untuk tidak memberi pelajaran calistung.

"Tidak boleh diberikan berupa mata pelajaran. Tapi misal dalam permainan itu disisipi pengetahuan tentang mengenal huruf membaca, itu boleh. Jadi jangan disalah artikan, artinya boleh, tapi jangan jadi mata pelajaran, jangan diformalkan," terang Muhadjir.

Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini mengingatkan kepada Sekolah Dasar untuk tidak menjadikan kemampuan membaca, menulis dan berhitung (calistung) sebagai syarat anak PAUD masuk ke jenjang SD.

Sementara itu, Dosen Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Uhamka Candrawaty mengatakan, di jenjang PAUD anak harus mendapatkan kegiatan-kegiatan yang menstimulus.

Lihat juga: Pendidikan di Indonesia Mematikan Kreativitas Anak

Menurutnya, Pendidikan PAUD usia 0 sampai 6 tahun masa itu adalah masa bermain, masa emas anak. Guru juga harus bisa menggunakan pola yang menyenangkan, bermain sambil belajar dengan gembira.

Candrawaty mengingatkan, agar orang tua tidak memaksa anak untuk bisa membaca dan menulis di usia dini. Karena anak mempunyai masa peka yang berbeda-beda, dan harus mendapatkan stimulus yang bagus.

"Tidak memaksa anak sesuai dengan umurnya, karena saraf-saraf otak anak itu pada tataran itu waktunya menerima stimulus yang bagus," kata Candrawaty di gedung FKIP Uhamka, Jakarta Timur, Rabu 21 Agustus 2019.