Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kemendikbud Belum Serius dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan

Kemendikbud Belum Serius dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Konsep merdeka belajar pun impelementasinya tak maksimal dan Nadiem dianggap tak paham persoalan lapangan pendidikan serta guru.

Pakar Kebijakan Publik UGM Prof Wahyudi Kumorotomo menyebut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) belum menunjukkan keseriusan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Ia pun menyoroti kebijakan merdeka belajar Nadiem, karena di tingkat operasional tidak ada yang betul-betul kuat sebagai implementator untuk pembelajaran merdeka.

“Ini bisa dilihat dari target skor PISA (Programme dor Internasional Student Assessment, red) masih di bawah 400. Padahal negara lain sudah menargetkan hingga 500 sampai 600," kata Wahyudi yang SekolahDasar.Net kutip dari Media Indonesia (12/07/20).

Sedangkan Ketua IGI (Ikatan Guru Indonesia) Muhammad Ramli Rahim sempat menaruh harapan ketika Nadiem ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Apalagi, ia sukses sebagai pengusaha dan masuk dalam golongan generasi milenial yang sangat memahami teknologi digital. Ia pun berharap ada progesifitas melihat profil menteri yang berbeda.

Namun, kata Ramli, Kemendikbud belum menunjukkan kerja maksimal. Konsep merdeka belajar pun impelementasinya tak maksimal dan Nadiem dianggap tak paham persoalan lapangan pendidikan serta guru.

“Sejauh ini hanya gimmick dan slogan belaka,” kata Ramli.

Wacana untuk mempermanenkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan sistem daring yang dilontarkan Mendikbud Nadiem juga mendapat kritikan dari Pakar Pendidikan Doni Koesoema. Menurutnya, hal itu akan menjadi persoalan bagi peserta didik di daerah yang infrastrukturnya belum cukup. Selain itu, ini dinilai juga akan membebani guru.

Doni menambahkan, jika semua metode belajar menggunakan sistem daring maka hal ini akan menyebabkan kemunduran kualitas bagi materi pelajaran yang butuh mentoring seperti yang diajarkan di sekolah SMK. Selain mengkritisi wacana belajar daring, Doni juga menyoroti konsep merdeka belajar yang digaungkan Nadiem sebagai bentuk transformasi pendidikan.

Ia menyampaikan jika konsep manusia merdeka dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara dengan penggambaran yang jelas, setidaknya manusia merdeka memiliki tiga sifat yakni mandiri atau berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain secara lahir dan batin dan bersandar pada diri sendiri yang berarti tumbuhnya sikap kepercayaan diri.Jika konsisten, imbuh Doni, maka bisa menjadi panduan bagi kebijakan pendidikan.

"Sayangnya, konsep merdeka ala Mas Menteri Nadiem baru berkutat pada hal administratif. Kemerdekaan yang diusung tidak menyebtuh hal esensial dalam menjawab problem pendidikan," kata Doni.

Ia pun memaparkan, konsep merdeka ala Nadiem sementara ini bebas dari berbagai hal administratif yang membebani guru. Sedangkan konsep dasar manusia merdeka yang digagas Ki Hajar Dewantara tidak dianggap hal fundamental oleh Nadiem. Akan tetapi, Doni melihat ada upaya dari Kemendikbud untuk mengimplementasikan konsep Ki Hajar Dewantara. Hanya saja belum fokus pada detail dan problem tentang pendidikan.

Dalam webinar Pustakapedia yang bertemakan “Arah pendidikan kita: Mas Nadiem mau ke Mana?”, diskusi ditutup dengan pernyataan Editor in Chief Pustakapedia David Krisna Alka yang mengkritisi kinerja menteri harus diawali dengan kemarahan presiden baru mulai bergerak.

"Menteri diangkat mestinya berdasarkan kapasitas, profesionalitas, dan integritas. Logikanya sulit dicerna kalau dimarahi dulu baru bergerak. Apalagi di masa pandemi ini" kata David.

Lihat juga: Jika Pembelajaran Jarak Jauh Dipermanenkan Akan Terjadi Bencana Kebodohan

Sebelumnya, wacana untuk mempermanenkan pembelajaran jarak jauh dinilai Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, jika dipaksakan dengan kondisi apa adanya seperti sekarang, pasti akan terjadi bencana di dunia pendidikan. Pasalnya, banyak sekolah yang belum siap, begitu pun juga guru-gurunya.

"PJJ (pembelajaran jarak jauh) selama tiga bulan tidak efektif dan hanya administratif belaka. Ini berdampak pada kualitas pendidikan yang akan merosot tajam. Anak-anak hanya diberikan tugas oleh guru, yang mengerjakan orang tua. Alhasil anak-anak malah makin bodoh," kata Ubaid.