Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Dampak Pembelajaran Daring Sungguh Mencemaskan!

Dampak Pembelajaran Daring Sungguh Mencemaskan!

Hasil survei tentang dampak pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau daring selama satu tahun di masa pandemi COVID-19 dinilai mencemaskan. Survei yang dilakukan Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) ini dilakukan terhadap 1.263 siswa dengan sebaran 553 siswa SD, 445 siswa SMP, dan 265 siswa SMA.

"Hasil survei menunjukkan, emosi yang paling banyak dirasakan siswa saat PJJ pada masing-masing jenjang adalah emosi negatif dibandingkan positif dan netral," kata Pengamat dan praktisi pendidikan Muhammad Nur Rizal yang juga founder GSM.

Emosi negatif menduduki peringkat pertama hal yang dirasakan terhadap tugas-tugas dari guru selama PJJ. Makin tinggi jenjang pendidikan, gap antara emosi positif dan negatif makin lebar. Ia juga mengatakan tugas yang disampaikan guru, dirasakan siswa bukan meningkatkan kompetensi belajar. Namun dianggap sebagai beban.

"Hal ini berdampak pada penurunan kecerdasan dalam membangun peradaban yang makin berdampak ke learning loss," kata Rizal yang SekolahDasar.Net kutip dari JPNN (12/08/21).

Hasil survei GSM yang disampiakan dalam dalam konferensi pers virtual itu juga menyebutkan, kesulitan belajar menempati posisi tertinggi pada jenjang SD, SMP, SMA, baru disusul oleh permasalahan jaringan dan perasaan demotivasi.

Sayangnya menurutnya, pemerintah belum fokus menangani masalah kesulitan belajar dan demotivasi sebagai permasalahan mendasar di pendidikan sejak sebelum pandemi COVID-19. Selama ini pemerintah terlalu fokus pada penyelesaian masalah jaringan.

"Survei membuktikan makin dewasa jenjang pendidikan siswa, makin merasa tidak berguna proses belajar PJJ karena merasa tidak produktif dan tidak mendapatkan keterampilan serta pengetahuan baru," kata dosen di Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.

Lihat juga : Jika Pembelajaran Jarak Jauh Dipermanenkan Akan Terjadi Bencana Kebodohan

Survei tersebut, tambah Nur Rizal, menunjukkan bahwa learning loss makin menganga. Bukan karena rendahnya akses terhadap proses belajar. Namun, lebih pada proses belajar itu sendiri tidak berkualitas. Bahkan ia menyebut ada double learning loss.