Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kurikulum Merdeka Butuh Guru yang Otonom, Kritis, dan Problem Solver

Kurikulum Merdeka Butuh Guru yang Otonom, Kritis, dan Problem Solver

Penerapan Kurikulum Merdeka akan terlihat jelas dampaknya pada kepala sekolah dan guru di satuan pendidikan yang menerapkan kurikulum tersebut. Demikian pernyataan Anindito Aditomo selaku Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek.

Kurikulum Merdeka Belajar akan menghapus stigma guru yang mengajar untuk mendapat penghasilan atau berprinsip menyelesaikan tuntutan kurikulum untuk menggugurkan kewajiban. Kurikulum Merdeka akan membentuk para guru agar memikirkan proses pembelajaran yang lebih mendalam, tidak tergesa-gesa.

“Memberi ruang untuk dialog kepada murid sehingga dapat memperdalam materi pelajaran yang sedang berlangsung,” kata Anindito yang SekolahDasar.Net kutip dari tempo (07/04/22).

Kurikulum Merdeka, walau memiliki benang merah yang sama dengan kurikulum 2013 yang selama ini berlaku, yaitu bertujuan untuk menghasilkan anak didik untuk berkembang secara holistik, pada prinsipnya memiliki tiga perbedaan mendasar. Pertama, terjadi pengurangan konten kurikulum.

Kedua, pembelajaran akan berbasis pada proyek. Jadi tidak sekadar teori atau pelajaran kognitif, kini siswa akan diajak untuk berkolaborasi membuat proyek atau memecahkan masalah yang ada di lingkungan, sesuai mata pelajaran yang tengah dipelajari.

Terakhir yakni fleksibilitas. Artinya, melalui Kurikulum Merdeka maka sekolah akan lebih otonom dalam mengajar sesuai kebutuhan siswa. Dengan tiga prinsip dasar tersebut, Kurikulum Merdeka membutuhkan guru yang otonom, kritis, dan problem solver.

Lihat juga : Membangkitkan Nalar dan Berpikir Kritis Siswa

“Harapan saya, guru-guru terus mengembangkan kompetensinya, karena Kurikulum Merdeka sangat butuh itu,” kata Anindito dalam webinar secara virtual yang mengusung tema Penerapan Kurikulum Merdeka untuk Transformasi Pendidikan.

Semua yang terlibat dalam dunia pendidikan, harus mengakui bahwa kurikulum sebelumnya memang membutuhkan perbaikan. Kurikulum terdahulu disebut sebagai teacher-proof cirriculum (kurikulum anti-guru), artinya tidak membutuhkan guru yang luar biasa. 

Berbeda dengan kurikulum terbaru yang diperkenalkan Kemendikbudristek, menurut Anindito sekarang arahnya para guru bahkan berfungsi sebagai pengembang kurikulum. Dia menegaskan kompetensi guru jadi satu sayarat agar Kurikulum Merdeka Belajar bisa sukses.