Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Sayap Pipit yang Terluka (Cerpen)

RAHASIA INDAH
Melangkah bersamamu ibarat fatamorgana ditengah kehampaan mayapada. Angan –angan tentang keindahan, sosok tentang kepribadian justru mengambang dan aku ragu.

“ Mas, aku ingin kau memahami segala yang kulakukan.Aku ingin kau mengerti posisi kita masing- masing.Janganlah kau tambah beban di hati ini “ pintaku dengan sangat ketika kalimat yang tak sepantasnya meluncur dari bibirmu.Kata –kata itu tak seharusnya kau ucapkan padaku, sahabatku sekaligaus teman dari suamiku.

“ Tapi aku tak bisa memungkiri perasaan ini Mey,berkali-kali ingin kukubur bayangmu,tapi apa yang kudapat ?”Justru senyum tulus dan wajah ayumu menari-nari berlarian dirongga dadaku “ tegas Mas Ondy dengan tatapan yang sulit keterka.Tuhan, beri aku kekuatan untuk tak larut dalam pesonanya.Bantu aku tuk meyakinkan bahwa aku bukan siapa-siapa.Ada yang lebih pantas mendapatkan segalanya.

Aku tak menyangka kalau kepindahanmu ke kota Yogya akan merubah segalanya.Kami bertemu lagi dalam satu sekolah yang sama. Segala yang dahulu tampak tenang dan adem ayem sekarang berganti dengan gejolak asa yang tak seharusnya terjadi.Aku juga tak menyangka persahabatan yang telah kita jalani lima tahun yang lalu akan merubah dan mengkhianati benang merah tali perkawinan.Dan aku harus menghentikannya, sebelum segalanya benar-benar hancur.

Malam makin larut. Mataku tak mampu terpejam jua.Aku baru menyadari ketika bebersamaan yang selama ini kurajut mesti kuakhiri agar segalanya menjadi indah,tanpa harus menguraikan dan membuatnya menjadi kusut.Aku tak mau mengorbankan mahligai suci perkawinanku dengan Mas Rio dan aku harus menjaga kepercayaan yang diberikannya padaku.

“ Ma …minum “ kata Salza putri mungilku yang sedang lucu- lucunya membuyarkan lamunanku.Bergegas kuambilkan gelas dan kurapikan selimut yang menyingkap dari tubuhnya.Ternyata Mas Rio juga bangun.

“ Ma sudah malam,jaga kondisi ntar sakit lagi”dengan pelukannya direbahkannya tubuhku kesampingnya.Mas, maafkan aku yang telah mengotori kesucian kasih dan sayangmu.Maafkan aku yang tlah mecoreng tirai biru perahu kita.

Tuhan seharusnya aku bersyukur akan nikmat yang tlah banyak kau limpahkan kepadaku.Seharusnya tak kubiarkan perahuku oleng dihempas badai.Tak seharusnya kubiarkan ada penumpang lain di biduk kami.

Suasana sekolah masih tampak sepi saat kusandarkan sepeda motorku digarasi sekolah.Sebagai insan pendidik untuk anak yang mengalami keterbatasan fisik dan mental.,kami memang harus dituntut kesabaran dan loyalitas yang tinggi agar keikhlasan kami mendapat ridho dari –Nya.

Ketika anak –anak sedang merapikan tas,tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara yang tak asung lagi bagiku.

“ Pagi Mey” kata Mas Ondy sambil dijulurrkannya tangan yang kekar kearhku.
“ Pagi juga “sahutku ketika kami sama-sama mengulurkan tangan tuk berjabat.
“Besok jadi berangkat ke Seminar kan ?” tanya Mas Ondy sambil mempersiapkan buku dan alat peraga untuk pembelajaran hari ini.

“Sampai ketemu besok disana ya!” kataku.Kebetulan kami berdua akan mengikuti Seminar Nasional yang bertema “ OPTIMALISASI PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS “ yang diselenggarakan Dinas Pendidikan Propinsi.

Aku baru saja turun dari boncengan Mas Rio ketika kulihat Mas Ondy dengan sikap dinginnya menyapa Mas Rio.

“Lama kita jumpa.Bagaimana kabar isteri dan anakmu?” tanya Mas Rio sambil mereka berjabat tangan.Aku hanya bisa diam dan terpaku melihat keakraban mereka.Mas …maafkan aku semoga aku sanggup bertahan dideruan ombak yang siap menggulungku.
“Dy, aku nanti tolong antar Mey sampai rumah ya “ pinta Mas Rio sambil menstarter motornya meninggalkan kami berdua.

Seminar yang begitu menarik membuatku lupa akan kejenuhan dan kepenatanku sejenak akan tugas utamaku ketika libur, biasanya kuhabiskan waktu untuk anak dan Mas Rio.Dan tak terasa jam bergulir begitu cepat.

Tiba disuatu tempat Mas Ondy menghentikan motornya kearah Rumah Makan.
“Mey aku pingin ngomong tentang satu hal.Kuharap kau mau menemaniku sebentar”
Dengan langkah yang lunglai kuayunkan kakiku kearah Mas Ondy.

Temaram lampu berbalut ukiran kuno menjadi saksi bahwa aku tak boleh hanyut dengan pesona yang dipancarkannya.

“ Mey ijinkan aku tuk mengagumimu.Ijinkan aku tuk menikmati keanggunanmu diibalik kelembutan hatimu.Kaulah wanita sempurna yang aku temukan selama ini,walau kadang aku tahu aku tak pantas mengucapkan semua ini padamu.Sekali lagi ku hanya ingin kau tahu tingginya khayalku bersamamu.Hanya dalam khayal Mey!!! ” tak kusangka kalimat itu meluncur begitu tiba-tiba.

“ Mas…sadarkah apa yang Mas ucapkan ?” tanyaku.
“Ingat Mas…. Kita sama-sama tidak dapat dan tak sanggup serta tak mampu meruntuhkan benteng kesetiaan yang mbak Jati bangun untuk melindungimu “
Rupanya Mas Ondy tetap pada ucapannya.

“Mas… maafkan aku kalau aku harus mengatakan ini sejujurnya,Pada akhirnya kita harus bisa menerima keadaan kita mas…Kita harus mengakhiri semuanya mas.Mengakhiri tanpa harus ada yang tersakiti dan harus ada kesadaran dari kita mas…”
“Mungkin inilah saat yang tepat bika aku pergi dari sisimu mas…aku pergi bukan lantaran aku benci,atau cintaku tlah basi.Sebelum perjalanan kita terlalu jauh mas.Aku tak sanggup menghancurkannya.Aku tak tega melukainya mas!”
“Tapi Mey “ potong Mas Han sambil diraihnya kedua jemariku.

Mas…andai kau tahu apa yang sedang berkecamuk dalam hatiku…ah.aku tak boleh berandai-andai.aku harus tegar!
Sebelum segalanya hancur ijinkan aku mohon maaf ,aku tak sanggup menghadapi kenyataan ini jika tabir ini terkuak.

“Tapi tak mampu melupakanmu Mey,aku tak sanggup kalau harus jauh dari sisimu.”dengan suara parau Mas Ondy mengucapkan itu
“Mas, aku akan membantumu melupakan kenangan indahmu bersamaku.”ujarku.
Maafkan aku Mas Ondy karena aku tak mau ada yang terluka, dan biarlah kenangan itu menjadi rahasia indah kita berdua.

Tahun Ajaran baru tinggal dua bulan lagi dan aku akan mengurus surat mutasi ke SLB lain demi semuanya….demi mereka yang kusayangi.
Relakan aku pergi dari sisimu.dan seandainya kita masih dipertemukan tentu demi kebaikan keluarga kita.



Ditulis dan dikirim oleh Septi Indrawati, S. Pd
Pendidik anak tunarungu di SLB Bangun Putra Bantul