Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kelas Ideal Hanya Ada di Indonesia?

Ilustrasi (admin).
Sejarah telah menulis bahwa Bangsa yang besar adalah bangsa yang mendasari pembangunannya pada bidang pendidikan, (jangan dibantah), Indonesia memulai itu justru dari bangsa penjajahnya, kala itu gubernur jenderal Hindia Belanda yang mengalami kesulitan berinteraksi (karena bodoh) dengan masyarakat indonesia dalam membangun infra struktur untuk kepentingan dan keuntungan Belanda (tentunya) maka munculah ide untuk memintarkan (sedikit) bangsa Indonesia.

Penerus Pendidikan saat itu yang lebih mengarah pada membangun seutuhnya nilai luhur budaya dan kemanusian adalah tokoh pejuang yang luar biasa yaitu Ki Hajar Dewantara,jauh sebelum sekolah negara dilahirkan beliau memulainya dengan Taman Siswa.

Perjuangan Ki Hajar Dewantara dengan lembaga Pendidikannya Taman Siswa rupanya berbuah manis, negarapun sadar bahwa dengan pendidikan bangsa ini akan besar, lalu akan muncul anak anak bangsa yang pintar yang pandai dan mampu membangun dan mengisi kemerdekaan indonesia ini dengan baik.

Kini ditengah kemajuan dan pesatnya pemikiran pendidikan, nyaris Taman Siswa tak terdengar lagi, Ki Hajar Dewantara dan nilai nilai pendidikannya hanya sebatas selogan, jauh dari nilai filosofis apalagi falsafah Pendidikan, pemikirannya dianggap usang,ketinggalan, cenderung para pendidik dan pengambil kebijakan pendidikan bangga dan merasa besar jika terambil dari pendapat ahli pendidikan luar (barat ) tidak hanya sampai disitu, dengan kebijaknnya akhirnya Taman Siswa Tengelam dan .....

Peraturan Menteri Pendidikan tidak dijalankan? mentrinya diam saja! Kepala dinas Pendidikannya? juga diam tuh,pengawasnya? juga ikut diam saja? ya semua seakan mereka yang paling benar, (Penguasa).

Jika penyebab Taman Siswa sekarang hanya tinggal nama adalah kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada lembaga swasta itu, dan lembaga pendidikan swasta lainnya, sekarang menjadi benar adanya.

Jika Lembaga Sekelas Taman siswa dengan Kihajar Dewantaranya saja terabaikan oleh Pemerintah lalu bagaimana nasib Sekolah swasta yang lain,lihat Protes Sekolah swasta di Kota Bekasi terhadap PPDB online yang dilanggar oleh sekolah sekolah negeri (bukti tertulis sulit didapat tapi dimasyarakat berkembang walau sudah online dan pasing grade nilai banyak yang masuk lewat belakang/sogok) sungguh ironis, hal lain yang terjadi adalah bagaimana budaya titip siswa di tiap sekolah negeri dari beragam pejabat eksekutif maupun legislatif dengan dalih adalah jatah dari pejabat publik di daerah bukanlah isu tak beralasan tapi realita dan kenyataan.

Kalu sudah begitu...., Jumlah siswa menumpuk di sekolah sekolah negeri, dana BOS dan BOS daerah yang dari APBD juga menumpuk di sekolah negeri ini pertanda (boleh di survey) kebijakn menteri tidak dijalankan tapi mentrinya diam saja, kepala dinas pendidikannya juga diam saja, pengawasnya juga ikutan diam saja, lengkaplah sudah sistem terbina dalam mematikan sekolah sekolah swasta.

Kelas ideal yang oleh menteri di buat 32 siswa/kelas untuk jenjang sekolah menengah dan 28 siswa/kelas untuk sekolah dasar bertujuan agar mutu pendidikan merata dan maju malah disalah artikan dengan sikap menerima siswa se ideal mungkin (maksudnya, tetap 40 siswa/kelas boleh lebihkan 2 atau empat juga tidak apa nanti juga ada yang melanggar ditengah jalan dibuang sampai nanti ideal lagi jadi 40 siswa/kelas, karena semakin banyak murid semakin banyak dana lain yang dihimpun sekolah dalm setiap aspek aspek pembelajaran yang juga dilegalkan oleh "KOMITE SEKOLAH" sebagi tukang stempel tambahan legalitas.

Kelas ideal seperti ini hanya ada di Indonesia, ladang "penghasilan" tambahan ini telah meng-IDEAL-kan uang saku bagi "mereka" yang tanpa risih dengan dinding dinding sekolah swasta yang berada disampingnya yang kursi mejanya tengah kosong tertatih-tatih mengais siswa baru guna mempertahankan perjuangan guru sebagi pendidik bangsa dilembaga swasta.

Masih adakah pemerataan dan keadilan? bisakah peningkatan kwalitas jika cara ini menjamur hampir disemua sekolah di kota besar seperti di Jabodetabek?

Jika kita menghendaki jawabannya, mudah saja, cukup kita pakai teori yang dipakai KPK yaitu operasi tangkap tangan, atau dengan pembuktian terbalik, atau dengan kata lain jika kita mau ayo lihat dan survey langsung betapa banyak pelanggaran itu terjadi tapi dibiarkan, satu sekolah menumpuk siswanya tapi sekolah disebelahnya muridnya seadanya bahkan dengan sekolah negeri disebelahnya sekalipun itu dapat terjadi.

Bicara survey tentu membutuhkan waktu, kemauan dan kemapuan dalam upaya diatas jika tidak?! memang "KELAS IDEAL" menciptakan pundi pundi baru yang " ideal " bagi orang yang terbungkus dalam dunia pendidikan sehingga terlihat seolah olah dia saja yang tahu tentang kebijakan pendidikan.

Semoga tulisan ini menggugah hati para pendidik dan menjadi kado buat PGRI yang berulang tahun, Terima kasih.

*) Ditulis dan dikirim oleh  Nurhadi, S.Ag. Penulis adalah Guru Swasta mengajar sejak 1996 pada SMP IT Al Mustofa Tangerang.