Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Tidak Sembarang Orang Bisa Menjadi Guru SD

Tidak Sembarang Orang Bisa Menjadi Guru SD

Seorang guru SD haruslah menguasai semua mata pelajaran (guru kelas), luhur budi pekerti, berakhlak baik, sopan, dan memiliki keterampilan. Peran guru SD tidak hanya sekadar mentransfer materi kemudian siswa mencatat dan mengerjakan evaluasi. Tapi guru SD haruslah seseorang yang kreatif sehingga materi yang diberikan dapat diterima siswa dengan cara yang menyenangkan. Guru SD juga harus turut andil dalam pembentukan karakter siswa.

Sebagai orang tua kedua di sekolah, guru SD adalah “artis” bagi siswanya. Segala sesuatu yang berhubungan dengan guru akan menjadi sorotan oleh siswa, guru, dan juga masyarakat. Bahkan dalam hal sederhana sekalipun siswa sangat kritis terhadap penampilan gurunya. Seperti cara berpakaian, cara memakai jilbab, cara berbicara, bahkan cara memposting tulisan di media sosial sekalipun siswa sangat peka terhadap hal tersebut.

Salah satu pilar kesuksesan pendidikan karakter adalah terwujudnya calon guru SD yang ideal. Mengapa? Pendidikan formal pertama yang diterima anak adalah pendidikan di jenjang SD. Jika sejak dini terbentuk karakter yang baik maka generasi berikutnya akan menjadi generasi emas yang handal dan bertanggungjawab. Sayangya selama ini tidak banyak guru yang mampu menunjukkan “kebenaran”. Guru hanya memberikan punishment atas kesalahan-kesalahan siswa tanpa mampu menunjukkan karakter yang patut diteladani oleh anak didik. Jadi sangat penting bagi mahasiswa PGSD untuk mendapatkan pendidikan karakter melalui pendidikan berasrama.

Seperti yang ditulis oleh Farid Ahmadi, S.Kom, M.Kom, Ph.D, dosen Jurusan PGSD dan Pascasarjana UNNES yang berjudul Mewujudkan Pendidikan Guru SD yang Ideal. Butuh waktu yang relatif lama bagi sebuah LPTK untuk membentuk karakter calon guru SD. Pembentukan karakter yang tidak terkontrol dan direncanakan dengan baik tidak akan berjalan dengan maksimal.

Calon guru SD yang hebat harus mampu menerima perbedaan-perbedaan dengan sikap yang arif dan bijaksana. Kebiasaan hidup bersama dalam satu asrama selama kurang lebih 4 tahun tentunya akan membentuk kepribadian mahasiswa.

Lihat juga: Tantangan Bagi Guru SD dan Cara Menghadapinya

Pertama, karakter kemandirian. Tinggal di asrama bersama orang banyak akan melatih seseorang hidup mandiri. Penghuni asrama diwajibkan mengurus kebutuhan pribadi mereka secara individual. Dari merapikan tempat tidur, mempersiapkan makan, mencuci baju dan membersihkan peralatan makan. Hal ini sangat urgen karena tidak semua mahasiswa melakukan kegiatan-kegiatan tersebut di rumah. Asrama yang baik tentunya memiliki pengawas atau ibu asrama sehingga dapat dipastikan tidak ada mahasiswa yang menggunakan jasa laundry.

Kedua, karakter kedisiplinan. Disiplin adalah kata yang mudah diucapkan tapi sangat susah dilaksanakan. Penghuni asrama akan dilatih dan dibiasakan untuk disiplin. Tanpa pembiasaan maka jiwa disiplin akan sangat sulit terwujud. Sebagai contoh disiplin bangun tidur, piket, sholat berjamaah, belajar dan berangkat kuliah.

Ketiga, kemampuan beradaptasi dalam pergaulan. Keragaman kondisi penghuni asrama akan memberi kesempatan setiap individu untuk beradaptasi. Mahasiswa yang terbiasa dengan kehidupan dan keluarga kaya akan beradaptasi dengan teman yang kurang mampu. Mahasiswa yang proaktif akan beradaptasi dengan temannya yang pendiam. Hasil dari adaptasi itu adalah terwujudnya sikap saling menghormati diantara sesama penghuni asrama.

Keempat, kemampuan dalam menekuni agama. Kehidupan berasrama akan mendorong mahasiwa untuk belajar menekuni agama. Seseorang yang tidak terbiasa sholat berjamaah akan terbawa arus untuk ikut sholat berjamaah. Mahasiswa yang sebelumnya tidak pernah menjadi pengajar TPQ akan belajar menjadi ustadzah karena mendapat giliran program kegiatan asrama.