Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Selain Gaji Tak Manusiawi, Ini 5 Hal yang Hanya Dirasakan oleh Guru Honorer

Selain Gaji Tak Manusiawi, ini 5 Hal yang Hanya Dirasakan oleh Guru Honorer
Bukan cuma gaji yang tak manusiawi, ada banyak hal yang hanya dirasakan oleh guru honorer dan membuat siapapun begitu miris mengetahuinya.

Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Itu benar, hanya saja sekalipun tanpa tanda jasa, guru adalah manusia biasa yang juga butuh penghasilan untuk memenuhi kebutuhannya. Jika guru itu berstatus ASN (Aparatur Sipil Negara) atau terikat kontrak di sekolah swasta, tentu menguntungkan. Namun bagaimana jika guru itu adalah tenaga honorer? Tentu banyak nestapa yang dirasakan.

Bukan hanya soal gaji tak manusiawi, ada banyak hal yang diderita oleh guru honorer. Ada banyak penderitaan yang dirasakan guru honorer an sudah seharusnya menjadi perhatian dari pemerintah. Apa saja? Berikut ulasannya satu-persatu:

1. Susah Dapat Tempat Tinggal Layak


Gaji sangat kecil adalah masalah klasik guru honorer yang berdampak besar dalam kehidupan mereka. Karena ketika gaji yang diperoleh tidak manusiawi, guru honorer jelas kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan dan papan. Hal inilah yang dialami Nining Suryani, guru honorer di SDN Karyabuana 3, Pandeglang, Banten, seperti dilansir Tirto.

Sejak tahun 2017, Nining terpaksa tinggal di toilet sekolah. Dengan gaji Rp350 ribu per bulan yang cuma dibayarkan tiap tiga bulan sekali, Nining jelas tak mungkin bisa menyewa rumah kontrakan yang layak.

2. Tidak Memperoleh Tunjangan


Jika kebanyakan ASN bisa tersenyum lebar setiap bulan karena selain memperoleh gaji pokok juga berhak atas berbagai tunjangan, hal tersebut tidaklah dialami oleh guru honorer. Yap, guru honorer sama sekali tidak memperoleh THR (Tunjangan Hari Raya) dan tunjangan kesehatan. Hal ini diungkapkan oleh Rizqi Amaliyah selaku guru honorer di MI Nurul Huda 2 Mojokerto.

Mengaku cuma memperoleh gaji Rp400 ribu per bulan, Rizqi tak pernah mencicipi indahnya THR saat Idul Fitri tiba. Bahkan satu-satunya insentif tambahan yang dia dapat cuma sebesar Rp600 ribu, sebagai bentuk apresiasi karena dirinya adalah guru berprestasi.

3. Sulit Menuntut Hak


Berbeda dengan guru yang sudah berstatus ASN memperoleh gaji dari pemerintah, penghasilan guru honorer didapat dari BOSNAS dan BOSDA yang disisihkan pihak sekolah. Dalam kondisi demikian, cukup sulit bagi guru honorer untuk menuntut haknya terkait gaji sesuai UMR (Upah Minimum Regional) atau sejumlah tunjangan, karena status mereka bukanlah ASN.

4. Pengabdian Bertahun-Tahun


Mengabdi tahunan tanpa kejelasan status dan kelayakan gaji juga jadi problem guru honorer. Hal ini dialami oleh Sugianti, guru di SMP 84 Koja, Jakarta Utara yang sudah jadi tenaga honorer sejak tahun 2005. Sempat ikut tes CPNS jalur honorer kategori II dan lolos pada November 2013, hingga tahun 2019 kemarin dirinya belum juga memperoleh NIP (Nomor Induk Pegawai).

Padahal Sugianti sudah memenuhi seluruh kualifikasi yang menjadi syarat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012 tentang Pengangkatan Honorer dari jalur kategori II. Ternyata Sugianti baru mengetahui kalau namanya belum masuk dalam daftar NIP pada Desember 2015, padahal sudah dua tahun dinyatakan lolos.

5. Rawan Dipecat


Sudah mengabdi bertahun-tahun dan masih belum memperoleh status serta gaji yang layak, guru honorer pun tidak bisa bebas berbicara. Mereka bahkan bisa dengan mudah rawan dipecat jika terlalu menuntut haknya. Setidaknya hal itu dialami oleh guru-guru honorer di SMPN 1 Ngadiluwih dan SMPN Banyakan, Kabupaten Kediri.

Ikut serta dalam demo Forum Honorer K2 (FHK2), para tenaga honorer ini memperoleh ancaman dan intimidasi. Bahkan salah satu pelakunya adalah kepala sekolah yang memperoleh instruksi dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kediri.