Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Mengenali Kesulitan Belajar pada Anak

SAYA guru SD dan sering mengajar kelas I. Dalam perjalanan pengalaman sebagai guru, saya banyak mendapati hal-hal yang agak membingungkan. Misalnya anak yang mengalami kesulitan mengeja dan membaca, anak yang nampak lambat daya tangkapnya, anak yang tidak bisa diam dan hiperaktif maupun gangguan belajar lainnya, setelah diperiksakan orangtuanya ke psikolog ternyata IQ-nya normal, bahkan kebanyakan di atas normal. Ada beberapa kasus yang bisa saya tangani dan berusaha membantunya semaksimal mungkin dan biasanya masalah selesai setelah anak masuk kelas II atau III dan selajutnya sama sekali idak nampak bahwa dulunya dia memiliki masalah dalam kesulitan belajarnya. Namun, ada beberapa yang tidak bisa saya tangani. Bagi saya itu suatu beban. Menurut Ibu apakah hal tersebut termasuk gangguan belajar atau bagaimana? Saya pernah membaca di suatu majalah tentang cara pembelajaran yang berbeda untuk anak-anak tersebut. Mungkin ibu bisa memberi gambaran dan cara-cara yang mudah diterapkan.

Sagung, Denpasar



Wah, alangkah bangga dan bahagianya anak-anak kalau mempunyai ibu guru yang memiliki kepedulian dan perhatian yang tinggi seperti yang ibu tunjukkan.

Mengenali kesulitan belajar (learning disability) bagi para orangtua maupun guru-guru kadang-kadang tidaklah mudah karena membutuhkan pengamatan perilaku dan cara belajar sehari-hari yang ditunjukkan anak secara cermat. Gambaran mengenai kesulitan belajar sendiri sangat bervariasi dari satu anak ke anak lainnya, baik dari jenis maupun tingkat kesulitan belajar yang mereka alami. Kondisi ini seringkali tampak makin jelas ketika anak-anak memasuki usia sekolah dengan kegiatan akademik yang nyata. Hal yang paling nampak adalah pada perbedaan kemampuan membaca, menulis atau matematika sebagai kemampuan yang paling mendasar, yang pada umumnya berjalan lebih lambat dibanding anak lainnya.

Meski demikian, sebenarnya ada beberapa hal yang perlu diwaspadai oleh para guru dan orangtua untuk mengenali gejala kesulitan belajar ini sejak anak memasuki usia pra-sekolah. Baurnel dan Harvell (2004), memberikan beberapa gambaran.



Perkembangan Bahasa yang Lambat

Anak-anak dengan kesulitan belajar pada umumnya memiliki riwayat perkembangan bahasa dan berbicara yang lebih lambat dibanding anak seusianya. Kosa kata yang dimilikinya cenderung terbatas dan lebih sedikit dibanding anak sebayanya, sehingga sering mengalami kesulitan bahkan kurang tepat dalam mengekspresikan apa yang diinginkannya. Tidak jarang mereka juga mengalami kesulitan dalam memahami instruksi yang paling sederhana sekalipun, ataupun memahami beberapa perintah yang diberikan sekaligus.



Rendahnya Koordinasi Motorik

Ada beberapa indikasi ketidakterampilan motorik kasar seperti canggung dalam melompat, mudah jatuh ketika berlari maupun tidak bisa memanjat, dll. Juga ketidakterampilan dalam koordinasi motorik halusnya seperti mengalami kesulitan dalam mengikat tali sepatu, memasukkan kancing baju, kurang terampil dalam menggunakan gunting maupun pensil, dll. Demikian pula dalam mengikuti dan mengenali arah.



Gangguan Pemusatan Perhatian

Rendahnya pemusatan perhatian anak sering nampak dengan mudahnya anak beralih pada satu kegiatan satu ke kegiatan lainnya, sukar menyelesaikan tugas yang sederhana sekalipun karena rentang perhatiannya yang pendek, membutuhkan banyak perhatian dan dukungan dari lingkungan untuk penyelesaian tugas-tugasnya.

Kontrol dan pengorganisasian diri yang buruk sering membuat mereka nampak kurang sabaran (impulsif), mau menangnya sendiri, semau gue dan sulit mengikuti aturan maupun rutinitas, sehingga nampak tidak mampu bertanggung jawab dibanding anak-anak sebayanya.



Usia Sekolah

Pada usia sekolah gambaran kesulitan sekolah ini semakin nyata. Gambaran yang tampak dapat dikelompokkan pada beberapa ciri:

Kekurangan persepsi visual. Kekurangan pada bagian ini dapat dikenali karena anak nampak bermasalah untuk mempelajari abjad dan sering terbalik melihat huruf-huruf tertentu seperti b/d, p/q, m/w maupun angka seperti 2, 3, 4, 5, 7, 9. Konsep membaca, mengeja, dikte dan menghitung mereka nampak lebih lambat dibading anak lain. Ketika diajar membaca mereka cepat bosan, sering menguap dan mengatakan matanya perih untuk melihat huruf.

Kekurangan persepsi visual motor. Lambatnya anak menyalin tulisan dari papan tulis ke bukunya merupakan ciri khas kekurangan pada persepsi visual motor. Akhirnya anak sering ketinggalan dalam mengerjakan tugas dibanding temannya dan prestasi sekolahnya nampak memburuk. Buruknya kualitas tulisan, cenderung tidak rapi dan keluar dari garis, sukar mengikuti garis ketika menggunting merupakan ciri lainnya pada kekurangan bagian ini.

Kekurangan persepsi auditor. Sukar untuk membedakan beberapa huruf yang hampir memiliki kesamaan bunyi seperti b/p, d/t, v/f, lambat dalam menangkap pembiacaraan dalam kecepatan yang normal meskipun dapat memahaminya bila diberikan pengulangan dengan kecepatan yang lebih lambat atau sukar mengenali suara yang umum atau bahkan seringkali didengarnya merupakan ciri pada kurangnya persepsi auditori ini.

Rendahnya kemampuan mengingat. Mereka biasanya mengalami kesulitan untuk mempertahankan apa yang dilihat dan didengarnya dalam waktu yang cukup lama, rendah ingatan jangka panjangnya, yang seringkali bertahan hanyalah ingatan jangka pendeknya, itu pun sering terlupakan ketika ditanyakan kembali di lain hari. Pada akhirnya pengetahuan yang mereka miliki pada umumnya menjadi sangat terbatas. Ini sering sangat menjengkelkan bagi para guru dan orangtua karena apa yang barusan diterangkan dan mampu dihapalkan sudah dilupakannya, yang kemarin diajarkan hari ini sudah tidak mampu diingatnya.

Lambatnya pemahaman konsep. Gambaran tampak pada bagian ini adalah anak tidak mampu ''membaca'' situasi sosial, tidak memahami bahasa tubuh maupun humor. Berhubungan dengan konsep waktu mereka juga biasanya sukar membedakan arti kemarin, tadi, besok, sebelum/sesudah maupun konsep "cepat".

Kekurangan hubungan spasial dan kesadaran tubuh. Gerakan anak yang nampak canggung, mudah terantuk dan jatuh, sukar memahami konsep kiri-kanan, atas-bawah, pertama-terakhir, depan-belakang meruapakan ciri yang paling khas pada aspek ini. Mereka juga sering tersesat dan kebingungan dalam lingkungan yang justru mereka kenal seperti rumah atau sekolah. Sangat ceroboh sehingga sering kehilangan barang seperti pensil, buku, dll. serta sangat berantakan dan tidak tertata rapi merupakan ciri lain yang bisa diamati.

Pada umumnya anak-anak dengan kesulitan belajar ini memiliki taraf kecerdasan normal, bahkan sering di atas normal. Mereka hanya memerlukan cara pembelajaran yang berbeda (learning difference) sesuai dengan perbedaan fungsi otak dan kekurangan yang dimilikinya.

Memeriksakan anak ke seorang ahli perkembangan anak secara multidispliner (dokter anak, psikiater, psikolog, pedagog, dll) merupakan cara untuk melihat kekurangan yang mereka tunjukkan, sehingga dapat mengenali pula gaya belajar anak.

Penanganan terhadap anak-anak dengan kesulitan belajar ini sebenarnya bisa dimulai dengan mengenali kelebihan yang mereka miliki untuk mengatasi kekurangannya. Ini bisa dihubungkan dengan konsep multiple intelligence, mereka akan tetap dapat berhasil pada bidang-bidang khusus yang menjadi kekuatan mereka. Pemanfaatan gaya belajar yang menjadi unggulan mereka akan sangat membantu mengoptimalkan potensi dan mengatasi kelemahan yang mereka miliki. Banyak tokoh terkenal yang pada masa kecilnya mengalami kesulitan belajar namun tetap berhasil di kemudian hari seperti Albert Einstein, Roosevelt, Sydney Sheldon.



Saran buat Orangtua dan Guru

- Terimalah keunikan anak dengan kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki.

- Bantu dan beri dukungan anak untuk mengenali kelebihan dan menerima kekurangan mereka. Bantu membuat strategi belajar untuk mengatasi kekurangan mereka, mintalah bantuan pada Remedial Terapist untuk membuat program cara pembelajaran di rumah. Berikan alat-alat bantu dan peraga sehingga anak mampu menyentuh, melihat dan mendengarnya serta menghubungkan dengan konsep yang dipelajari.

- Ciptakan suasana belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar. Dampingi anak ketika belajar dan mengerjakan PR. Dengan pemahaman akan kekurangan mereka dan mengingat kelebihan yang mereka miliki akan meningkatkan kadar kesabaran para orangtua, demikian pula guru.

- Bekerja samalah dengan guru, sehingga ada kesinambungan dalam pengamatan perkembangan anak serta dukungan moral dan emosional buat anak terutama saat di sekolah.

- Bersikap lebih kreatif bagi guru yang bersangkutan dengan menganggap anak sebagai ''ujian'' peningkatan kualitas mengajar yang dimiliki, bukan gangguan dalam proses belajar-mengajar. Berkonsultasi dengan guru lain yang lebih berpengalaman atau ahli lain untuk membuat program pembelajaran khusus atau modifikasi tes sesuai kelebihan dan keterbatasan anak.

- Berilah pujian ketika anak berhasil melakukan tugasnya, bantu dan dukung untuk mengembankan kepercayaan diri dan kemandirian dalam belajar.