Pelajaran Calistung di Kelas 1 dan 2 SD Dihapus
Penghapusan mata pelajaran membaca, menulis dan berhitung (calistung) pada kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar (SD). |
Didampingi para pakar dan guru besar bidang pendidikan, diantaranya Dr Yusi Riksa Yustiana dan Prof Dr Abdul Hamid dari UPI Bandung, Bambang Supeno (Kementerian Pendidikan Nasional), Prof Dhini (psikolog UI), serta Prof Dr Aris Munandar dari Universitas Negeri Makassar (UNM), Ichsan meluncurkan program penghapusan mata pelajaran calistung di depan ratusan guru dan kepala sekolah.
"Pada prinsipnya kami setuju dengan ide Bupati Gowa, H Ichsan Yasin Limpo yang akan menghapus calistung di tingkat awal sekolah dasar, pertimbangannya, dari sisi psikologis calistung di SD Kelas 1 dan 2 belum tepat," ujar Guru Besar Bidang pendidikan Universitas Negeri Makassar (UNM) Prof. M. Jufri yang SekolahDasar.Net kutip dari Berita Satu (15/08/15).
Secara psikologis anak yang sebelumnya duduk di TK dihadapkan pada kondisi bermain dan di SD pada kondisi disiplin yang akan membuat anak tertekan. Kondisi tertekan ini berdampak pada anak yang akan sulit untuk menerima pembelajaran di masa mendatang. Menurut Ichsan, penghapusan beban calistung untuk memberikan kebebasan dan kenyamanan belajar pada usia keemasan anak 3-8 tahun.
Baca juga: Jangan Buru-buru Ajarkan Calistung Pada Anak
Anak dengan usia seperti itu belum waktunya untuk diisi kecerdasan, karena jika diisi macam-macam pelajaran maka kecerdasannya tidak akan bertambah. Usia 3-8 tahun adalah waktu buat anak-anak untuk bermain, dalam usia bermain anak akan menghidupkan jaringan otak kanan dan otak kirinya masing-masing 100 miliar jaringan kecerdasan.
Hasil analisis pakar yang dikemukakan Ichsan sangat meyakinkan sebab melalui kegiatan bermain jaringan otak anak akan melakukan proses penyambungan dengan istilah sinapsis. Kondisi ini terjadi cuma satu kali dalam kehidupan manusia.
Sinapsis jaringan neuron, tersambung pada usia 3-8 tahun jika lewat usia ini dan sinapsis tidak tersambung maka jaringan ini akan mati dengan sendirinya dan mengakibatkan tidak maksimalnya kecerdasan anak akibat otak anak terlalu cepat diisi dengan calistung.
Ichsan mengatakan sebagai pengganti mata pelajaran calistung akan diisi dengan belajar Imtaq Indonesia untuk mengembangkan keimanan dan ketakwaan melalui permainan, pola dan bentuk permainannya akan ditentukan oleh pakar, bentuk apa yang pas untuk anak.