Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Ketahui Potensi Risiko Terinfeksi Virus Corona pada Anak-Anak

Ketahui Potensi Risiko Terinfeksi Virus Corona pada Anak-Anak
Dengan masih bertambahnya kasus Covid-19, orangtua harus tahu potensi risiko terinfeksi virus corona pada anak-anak.

Sejak kasus pertama Covid-19 dilaporkan pada awal Maret 2020 lalu, hingga Sabtu (27/6) sore kemarin sudah lebih dari 52 ribu orang terinfeksi di Indonesia. Terus bertambahnya wabah corona membuat keresahan seolah tak kunjung usai. Apalagi untuk orangtua yang memiliki buah hati, tentu harus mulai memahami potensi risiko anak terinfeksi corona.

Dengan pemerintah sudah mulai menerapkan new normal, banyak pusat keramaian mulai dibuka. Namun ini justru meningkatkan peluang anak terkena Covid-19.

Kematian Anak Indonesia Karena Covid-19 Tertinggi di ASEAN


Seperti dilansir VOA Indonesia, Aman Bhakti Pulungan selaku Ketua IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) menyebutkan bahwa tingkat kematian anak-anak Indonesia karena Covid-19, tertinggi di Asia Tenggara. Tercatat hingga akhir Mei 2020 lalu, ada 1.851 anak-anak dengan usia di bawah 18 tahun, terjangkit wabah corona.

Hingga pekan terakhir bulan Mei kemarin, ada 41 anak berstatus ODP (Orang Dalam Pemantauan) dan 383 anak berstatus PDP (Pasien Dalam Pengawasan), meninggal dunia. Yang cukup mengerikan, jumlah kasus positif dan kematian anak ini mengalami peningkatan hingga tiga kali lipat dalam waktu dua pekan saja, seperti dilansir Kompas.

Seberapa Besar Potensi Anak Terjangkit Corona?


Melihat data-data di atas, sudah seharusnya jika orangtua paham potensi risiko corona pada anak. Anda tentu tak ingin buah hati harus menderita karena positif terjangkit Covid-19, bukan? Untuk itulah berikut potensi yang harus diketahui:

1. Sekolah Mulai Buka


Seperti yang sudah disebutkan, new normal membuat pemerintah mulai mengkaji pembukaan sekolah. Hanya saja kembalinya anak ke sekolah bisa bikin resah karena anak lebih berpotensi tertular Covid-19 dari teman sekelas atau bahkan guru.

Hal ini pula yang dilakukan pemerintah Prancis, Korea Selatan hingga China. Sempat membuka sekolah di akhir Mei-awal Juni, mereka memutuskan kembali menutup sekolah karena ada lonjakan kasus Covid-19 mendadak.

2. Pemeriksaan Corona Terhadap Anak Rendah


Dari data covid19.go.id bulan Mei kemarin, ada 1,4% pasien corona di Indonesia berusia 0-5 tahun. Sementara pada rentang usia 6-17 tahun, tercatat 4,4% dari total kasus Covid-19. Kendati sangat rendah dibandingkan orang dewasa, tapi menurut Aman itu semua dikarenakan pemeriksaan Covid-19 untuk anak di Indonesia masih sangat rendah.

Anak-anak dilaporkan baru melakukan rapid test atau swab test saat orangtuanya sudah positif mengalami Covid-19. Sehingga bukan tak mungkin kalau di luar sana banyak anak terjangkit corona tapi tidak disadari.

3. Anak Tidak Tunjukkan Gejala


Dibandingkan orangtua, anak memang cenderung mengalami gejala corona lebih ringan. Justin Lessler selaku ahli epidemiologi dari Johns Hopkins menjelaskan bahwa risiko infeksi virus terhadap anak relatif kecil. Bahkan banyak yang tidak bergejala. Sebuah penelitian di China menyebutkan, tak ada satupun anak yang mengalami gejala pneumonia, seperti orang dewasa.

Lalu dari berbagai penelitian, muncul teori bahwa paru-paru anak mengandung ACE2 (enzim perantara virus masuk ke sel). Hal ini dijelaskan juga oleh Sharon Nachman selaku ahli penyakit menular dari New York, jika kekebalan tubuh anak relatif tinggi sehingga sistem imun lebih kuat dan bisa saja memicu tidak adanya gejala pada anak-anak yang menderita Covid-19.

Namun meskipun begitu, potensi anak terinfeksi virus corona masih harus diwaspadai. Apalagi Cecile Viboud selaku ahli penyakit menular dari Amerika Serikat menyebutkan jika anak, sangat berpotensi menularkan Covid-19 ke orang lain. Untuk itulah melihat kondisi Covid-19 di Indonesia dan jumlah kasus anak, orangtua harus tetap memastikan anak mematuhi protokol kesehatan corona.