Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Bolehkah Guru Memberi Hukuman Kepada Siswa?

Bolehkah Guru Memberi Hukuman Kepada Siswa?

Hal yang paling dibenci siswa di sekolah adalah hukuman dari guru. Sarana dan prasarana sekolah yang kurang, kepemimpinan kepala sekolah yang kurang, metode mengajar guru yang kurang, dan kekurangan lain di sebuah sekolah tidak sampai membuat siswa benci kepada sekolah tersebut. Tetapi, adanya guru yang suka memberi hukuman kepada siswanya dapat berakibat siswa tersebut membenci sekolahnya. Namun, bukan berarti guru dilarang menghukum siswa. Apalagi dengan adanya regulasi yang sangat membatasi pemberian hukuman pada anak/siswa. Oleh karena itu, perlu dipilih dan dipilah hukuman yang boleh dan hukuman yang dilarang untuk diberikan kepada siswa.

Hukuman yang boleh diberikan kepada siswa

Hukuman dimaksudkan agar setiap pelanggaran terhadap aturan yang ada mampu diminimalisir. Hukuman di dunia pendidikan, khususnya hukuman yang diberikan guru kepada siswa perspektifnya jauh lebih kompleks dari hukuman secara umum. Kadang, pelanggaran yang dilakukan siswa justru akan lebih baik jika tidak perlu diberi sanksi atau hukuman, karena hukuman guru kepada siswanya tidak berarti guru benci kepada siswa tersebut, tetapi justru sebaliknya.

Hukuman guru kepada siswa tidak sekadar bermaksud agar tidak mengulangi lagi pelanggaran tersebut, tetapi lebih dari itu, hukuman tersebut juga dapat membuat siswa lebih baik dari sebelumnya. Pada kasus lainnya, hukuman harus mampu memberi pendidikan lebih kepada siswa. Oleh karena itu, hukuman guru kepada siswa lebih bersifat mendidik. Siswa harus mampu merasakan manfaat hukuman tersebut pada dirinya.

Hukuman di sekolah juga harus memperhatikan banyak faktor. Oleh karena itu, sangat sulit sekolah menyusun SOP pemberian hukuman kepada siswa yang bersalah. Sejatinya sekolah atau guru harus mampu menerapkan pemberian hukuman secara selektif. Harus memerhatikan faktor individual siswa, faktor penyebab kesalahan, faktor gender, faktor riwayat siswa, dan lainnya. Berdasarkan hal tersebut, terkadang kesalahan yang sama tetapi hukuman harus berbeda.

Hukuman juga boleh diberikan hanya jika hukuman tersebut jelas kaitannya dengan kesalahan yang dilakukan siswa. Tidak mengerjakan PR misalnya, hukumannya jangan sampai membersihkan WC atau berlari keliling lapangan upacara. Apa hubungannya tidak mengerjakan PR dengan hukuman tersebut?

Hukuman yang dilarang diberikan kepada siswa

Secara garis besar hukuman yang dilarang di sekolah ada dua yakni hukuman keras pisik dan psikis. Memberi hukuman keras sehingga menyebabkan siswa kesakitan pisik ataupun psikisnya tidak boleh lagi dilakukan oleh guru. Memukul siswa tentu bukan lagi hukuman guru kepada siswa, tetapi sudah masuk tindak kekerasan. Begitu pula jika siswa dimaki-maki dengan julukan yang menyakiti perasaan atau psikis (bullying).

Hukuman keras yang diberikan kepada siswa oleh guru tidak akan pernah berdampak positif terhadap perkembangan siswa itu sendiri. Mungkin dapat menjadi solusi instan terhadap pelanggaran yang dilakukan siswa, namun jangka panjangnya akan menjadi “bola salju” akan kebencian siswa terhadap guru atau sekolahnya. Jangan samakan dunia pendidikan khususnya institusi pendidikan sekarang dengan yang dulu. Mungkin 20 atau 30 tahun lalu, hukuman keras guru kepada siswa masih bisa ditolerir, bahkan ada yang beranggapan bahwa keberhasilan para pemimpin dan pengusaha saat ini adalah berkat hukuman keras dari guru kepada mereka sewaktu bersekolah. Benarkah anggapan tersebut? Mungkin benar tetapi mungkin pula salah.

Pada saat guru marah sehingga tidak lagi terkontrol emosinya, juga dilarang memberikan hukuman pada siswa. Perlu kembali diingat bahwa konotasi hukuman guru memang bukan kebencian kepada siswa tapi justu rasa sayang. Namun, guru juga manusia yang punya marah dan emosi, apalagi jika pelanggaran siswa telah melampaui batas toleransi hubungan guru dengan siswa. Kasus seperti ini mungkin saja terjadi, namun pada saat yang sama hal tersebut juga merupakan ujian seorang yang berprofesi sebagai guru. Pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) kejadian seperti ini kadang terjadi. Oleh karena itu, sebelum hal demikian nyata, perlu disikapi beberapa hal antisipatif antara lain: terapkan dengan maksimal guru sebagai pendidik, jadilah guru sebagai idola/dicintai siswa, gap hubungan guru dan siswa jangan dibiarkan menganga dengan lebar, rumah tangga serta lingkungan siswa sebaiknya menjadi bahan informasi sekolah tentang siswa, dan lain sebagainya.

Kesimpulannya, bahwa hukuman atau sanksi guru terhadap siswa haruslah merupakan bagian dari pendidikan. Guru tidak harus alpa dalam memberi hukuman sebagaimana hukuman yang boleh diberikan, tetapi jangan sampai guru juga obral dalam menghukum siswa, apalagi hukuman yang dilarang diberikan kepada siswa.

*) Ditulis untuk SekolahDasar.Net oleh Muh. Syukur Salman. Guru SDN 71 Parepare