Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Orangtua Jangan Terburu-Buru Menyekolahkan Anak

Orangtua Jangan Terburu-Buru Menyekolahkan Anak
Masih banyak orangtua yang protes karena anaknya tidak bisa diterima di SD dengan alasan usia kurang dari 7 tahun.
Sejumlah orangtua mendukung sekolah anaknya lebih awal. Alasannya, merupakan kebanggaan tersendiri mempunyai anak termuda di antara anak-anak lain di kelas, terlebih lagi, jika si anak tetap bisa memperoleh nilai tinggi di setiap mata pelajaran. Namun, apakah benar, selamanya mengukur pencapaian anak dari mudanya usia serta angka-angka nilai mata pelajaran?

Sebuah penelitian oleh Thomas Dee dan Henrik Sievertsen dari Stanford University mengenai kesehatan mental yang terbentuk ketika orangtua tidak terburu-buru memasukkan anaknya ke sekolah formal. Menurut penelitian tersebut tingkat hiperaktivitas anak bisa ditekan, sehingga anak lebih mampu fokus dan mengendalikan dirinya sendiri.

“Menunda anak masuk sekolah satu tahun dapat mengurangi tingkat hiperaktivitas dan meningkatkan fokus perhatian anak hingga 73 persen. Hal ini tampak pada rata-rata anak yang berusia 11 tahun,” kata Dee dan Sievertsen yang SekolahDasar.Net lansir dari Tirto (29/10/18).

Negara yang dinilai sistem pendidikannya sudah mumpuni seperti Finlandia mengatur usia masuk sekolah dasar (SD) di usia 7 tahun. Aturan yang sama juga berlaku di Indonesia. Syarat penerimaan siswa baru untuk SD itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru.

Kenyataan yang terjadi di Indonesia adalah setiap tahun ajaran baru, masih banyak orangtua yang protes kepada Panitia Penerimaan Siswa Baru karena anaknya tidak bisa diterima di SD dengan alasan usia kurang dari 7 tahun. Mereka berdalih dengan alasan anaknya sudah mampu membaca dan menulis, dan sering luput untuk mempertimbangkan kesiapan mental dan psikologis anak.

Pada usia 5-6 tahun, anak masih dalam tahap mengembangkan keterampilan sosial dan motorik atau gerak. Sedangkan untuk mulai belajar di kelas 1 SD anak harus sudah bisa serius mengikuti pelajaran dalam waktu yang cukup lama dan dalam ruang yang terbatas. Selain itu, dalam teori perkembangan, anak mulai bisa berkonsentrasi dengan baik pada usia di atas 6 tahun.

Sekolah formal seperti di tingkat SD sangat berbeda jauh dengan sistem di taman kanak-kanak. Di jenjang SD, anak tidak lagi mendapat perhatian sebanyak ketika ia di TK yang masih sangat tergantung dengan guru-gurunya. Di sekolah dasar, anak dituntut untuk lebih mandiri dan bertanggungjawab dengan waktu belajar lebih lama dan materi pembelajaran yang jauh lebih beragam.

Usia sangat menentukan tingkat kognisi dan karakter setiap anak. Dikhawatirkan keputusan orangtua yang memilih memasukkan anaknya ke sekolah formal lebih awal, terlebih dengan pembentukan karakter si anak yang tidak mewakili keluarganya. Akibat banyak campur tangan di luar keluarga yang membuat dia nanti menjadi berbeda.

Dr. Amanda Mergler, psikologis dari School of Early Childhood, Queensand University of Technology dari hasil penelitiannya menyampaikan bahwa mengirim anak-anak ke sekolah secara prematur dapat menjadi salah satu penyebab kegagalan anak di masa depan.

“Jika kita mengirim anak-anak yang terlalu muda untuk mulai bersekolah dan menuntut mereka untuk berperilaku dan melakukan hal-hal yang sebenarnya belum mereka bisa, itu sama saja membentuk mereka menjadi ’anak-anak bermasalah’,” kata Megler.

Melihat berbagai aspek tersebut, sebaiknya orangtua jangan terburu-buru menyekolahkan anak, lihat kondisi anak. Karena setiap anak berbeda. Alangkah baiknya tidak memaksakan kehendak pada anak. Biarkan anak juga yang menentukan. Keberhasilan dan perkembangan anak juga ditentukan oleh keputusan awal memasukkan anak ke SD.