Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Pemerintah Harus Belajar Cara Menghargai Guru

Pemerintah Harus Belajar Cara Menghargai Guru
Di Indonesia anggaran untuk pengembangan profesionalisme guru mendapatkan porsi kecil dibandingkan bidang lainnya.

Pemerintah harus belajar cara menghargai guru dari negara-negara maju seperti Finlandia, Australia, Kanada, dan Singapura bagaimana cara menghargai guru. Menurut Pengamat dan Praktisi Pendidikan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad N Rizal negara-negara ini membangun kebanggaan dan martabat tinggi bagi profesi guru. 

"Mereka menyadari tidak bisa meningkatkan kualitas pendidikan bila tidak memiliki guru-guru profesional. Itu sebabnya dana pendidikan banyak dialokaskan untuk melatih dan terus memberi dukungan pengembangan profesionalisme guru," kata Rizal.

Sayangnya, di Indonesia anggaran untuk pengembangan profesionalisme guru mendapatkan porsi kecil dibandingkan bidang lainnya. Pengembangan guru dianggap sebuah biaya bukan investasi terbaik.  

Ia memberikan contoh, negara bagian Haryana di India tentang bagaimana memperbaiki sistem dan kualitas pembelajaran yang rusak dengan efisien dan efektif. Mereka membuatkan instruksi praktis dan sesuai dengan target dan kebutuhan muridnya kepada guru-guru. Lalu membuatkan wadah dan sistem komunikasi melalui media sosial agar guru bisa bertukar praktik secara real time, interaktif dan berkelanjutan.

"Strategi ini persis seperti yang dilakukan di dalam komunitas Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) yang mengenal prinsip berbagi secara kolegial antar guru, berkolaborasi melakukan joint practice development antar guru. Berubah menggunakan evidence based (berbasis riset dan praktik atau pengalaman nyata) serta melibatkan komunitas local pendidikan yang lebih luas," kata Rizal.

Apa yang dilakukan negara-negara maju memberikan tanggung jawab pada masing-masing sekolah untuk mewujudkannya, menurut Rizal ini seperti program Merdeka Belajar yang diluncurkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.

Perbedaannya, mereka melakukannya dengan lebih sistematis. Peran pemerintah pusat atau daerah lebih membuat regulasi yang tidak bertentangan dengan prinsip kemerdekaan itu, serta membangun iklim kondusif bagi guru untuk berani dan kreatif dalam mengajar. 

"Pemerintah pusat atau lokal tidak merasa yang paling tahu, dan memberi tahu dengan cara memerintah dan mengontrol. Karena proses pendidikan tidak terjadi di ruang rapat komite atau gedung legislatif," kata Rizal yang SekolahDasar.Net kutip dari JPNN (18/09/20).

Pendidikan, kata Rizal, terjadi di ruang kelas dan sekolah-sekolah. Yang melakukannya adalah para guru dan murid, maka pemerintah harus mengembalikan role serta wewenang itu pada guru-guru dan kepala sekolah. Sayangnya, banyak kebijakan yang ada sekarang didasarkan pada konsep pendidikan yang mekanik. Seakan-akan pendidikan adalah sebuah proses industri yang dapat ditingkatkan hanya dengan diseragamkan, menuntut kepatuhan melalui data rigid.