Honorer Dihapus 2023, Lalu Bagaimana Nasib Guru Honorer?
Tenaga honorer yang selama ini direkrut untuk bekerja di instansi pemerintah sudah pasti akan dihapus. Penghapusan tenaga honorer ini dilakukan untuk mengantisipasi kekhawatiran terhadap rekrutmen tenaga honorer yang tidak berkesudahan oleh instansi pemerintah daerah.
Ketentuan penghapusan honorer ini juga termaktub dalam beleid Peraturan Pemerintah (PP) No. 49/2018 tentang Manajemen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Juga diberikan kesempatan dan batas waktu sampai tahun 2023 untuk menyelesaikan permasalahan tenaga honorer yang diatur melalui PP.
Lihat juga: Kesedihan Guru Honorer: Antara Gaji Rendah, Pengabdian Tanpa Kepastian dan Mencintai Pekerjaan
Dalam pengangkatan tenaga honorer menjadi ASN PPPK 2022 diprioritaskan bagi tenaga guru, tenaga kesehatan, tenaga penyuluh pertanian/perikanan/peternakan, dan tenaga teknis yang sangat dibutuhkan pemerintah. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kebersihan dan tenaga keamanan, pemerintah menyarankan instansi merekrutnya melalui tenaga alih daya dengan beban biaya umum dan bukan biaya gaji.
Lalu Bagaimana Nasib Guru Honorer?
Sekjen FSGI, Heru Purnomo mengatakan, standar gaji guru honorer berdasarkan jumlah jam pelajaran per minggu ini membuat jabatan guru sebagai sebuah profesi yang kurang dihormati. Guru pun merasa dizolimi dan diperlakukan tidak adil, tidak memperoleh penghargaan yang selayaknya atas jasa dan pengabdiannya mencerdaskan peserta didik sebagai penerus bangsa.
“Seharusnya penggajian guru non ASN yang bekerja di instansi Pemerintah sesuai kebutuhan pelayanan terhadap peserta didik, acuannya bukan berdasarkan jumlah jam pelajaran yang jauh dari kata sejahtera tetapi menggunakan peraturan perundang-undangan yang menjanjikan perlunya perlindungan dan peningkatan kesejahteraan sebagai wujud penghargaan terhadap profesi guru”, kata Heru.
Solusi Masalah Guru Honorer
Niat baik pemerintah menyejahterakan sebagai bentuk penyelesaian persoalan nasib derajat kepegawaian dan kesejahteraan guru honorer yang akan diikuti dengan perbuatan. Usulan dan saran dari FSGI dalam siaran persnya mengenai konsep berpikir pemecahan masalah, yang mengacu kepada Peraturan Pemerintah Republik Nomor : 48 Tahun 2005 (telah mengalami penyempurnaan ) dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 49 Tahun 2018, adalah sebagai berikut:
Pertama, FSGI mendorong Pemerintah tetap konsisten dan fokus dengan tugas antarkan guru honorer sampai kepada tujuan akhir, yaitu pengangkatan guru honorer menjadi ASN PNS atau PPPK, sebagai imbalan atas jasa dan pengabdian mencerdaskan anak bangsa.
"Sebab selama ini terbukti tulus dan ikhlas mengabdi bekerja secara terus-menerus di instansi pemerintah khususnya di satuan pendidikan dan tidak pernah putus selama bertahun-tahun,melaksanakan tugas melayani kebutuhan peserta didik dan membangun sumber daya manusia," kata Heru.
Kedua, FSGI mengusulkan agar penentuan kriteria lulus rekrutmen ASN dipermudah dengan pertimbangan pemberian afirmasi penilaian peserta dari unsur lama pengabdian diberikan porsi dalam jumlah persen yang lebih besar.
Ketiga, FSGI mengingatkan bahwa berdasarkan Amanat PPRI Nomor 49 Tahun 2018 adalah menyelesaikan peningkatan status kepegawaian tenaga honorer sampai 28 November 2023. Maka sewajarnya fokus dan prioritas pemberian kuota pengangkatan ASN porsi dalam persen terbesar hendaknya diberikan kepada guru honorer, karena kegiatan rekrutmen ASN bertujuan memprioritaskan penuntasan penyelesaian PR pemerintah yang ingin mengangkat dan menyejahterakan guru honorer.
Keempat, FSGI mendorong Penentuan kuota dalam rekrutmen ASN hendaknya sebanding dengan jumlah guru honorer yang bekerja di satuan pendidikan milik pemerintah saat ini berkisar 30-32 persen. Jumlah guru yang bertambah dan membengkak yang seakan sulit dikendalikan ini disebabkan oleh panggilan kebutuhan pekerjaan memberikan pelayanan dan pembangunan terhadap peserta didik dan pembangunan SDM, merealisasikan visi-misi Dinas Pendidikan.
“Jumlah honorer yang membengkak itu terjadi atas dasar kebutuhan dinas yang secara hukum tidak ada pihak yang patut dipersalahkan, masuk dalam kategori dimaafkan karena dinas dalam bekerja melayani peserta didik yang sangat membutuhkan ketenagaan guru, semata-mata menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan,” ujar Debby, Ketua SEGI Jakarta.
Kelima, FSGI mendorong agar keberadaan guru honorer adalah panggilan kebutuhan satuan pendidikan amanat Undang-Undang Sisdiknas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal 12. Penerimaan dan pengangkatan guru oleh PPK/ Kepala Daerah atau pejabat lain, telah melekat dan terikat tanggung jawab penyelesaian pemerintah, dalam ruang lingkup hukum tata usaha negara.
Sehingga posisi keadaan persoalan mengacu kepada norma atau asas tetap terlindungi dan berkepastian hukum sesuai asas umum pemerintahan yang baik yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 30 Tahun 2014 pasal 10 ayat(1) huruf a.
Keenam, FSGI mendorong stakeholder terkait menyadari adanya tugas bersama yang dikoordinir oleh pemerintah saat ini dan menjadi skala prioritas adalah penyelesaian persoalan pengangkatan guru honorer sampai 28 November 2023, karena payung hukum yang dibutuhkan sudah tersedia. Dengan tersedianya perangkat hukum yang lengkap tentang penyelesaian pengangkatan tenaga honorer dan ada peraturan perundang-undangan tentang pengendalian pegawai (Peraturan Pemerintah RI Nomor 49 Tahun 2018 pasal 96) yang dijalankan secara tegas.
FSGI percaya dan meyakini persoalan tenaga guru honorer dapat dituntaskan oleh pemerintah sesuai target," ujar Idris, Wakil SEGI DKI Jakarta.
Ketujuh, Mengacu kepada hukum tata usaha negara guru honorer yang sudah diangkat oleh PPK adalah guru yang berada dalam ikatan berkepastian hukum untuk dilindungi, menjadi tanggung jawab pemerintah untuk diselesaikan.
Dalam pemerintahan tidak mengenal istilah turun derajat, akan diperjuangkan menaikkan status kepegawaian dan peningkatan kesejahteraannya. Hal tersebut merupakan amanat asas umum pemerintahan yang baik yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 30 Tahun 2014 pasal 10.